Sunday, February 1, 2009

Kesaksian : " Hidup Matiku Di Tangan Tuhan"

Hidup Matiku Di Tangan Tuhan

Setelah 10 tahun menikah (saya, Norita dan Mike, 37 tahun) dikaruniai dua putera, yaitu: Nicholas 9 tahun dan Nathaniel 8 tahun. Kehidupan kami dapat dikatakan bahagia karena kami hidup di dalam Tuhan. Kami diberikan kesempatan oleh Tuhan untuk melayani di beberapa bidang, antara lain: penginjilan ke Rumah Sakit, Paduan Suara dan aktif di dalam kepengurusan gereja.
Kami sangat bahagia dapat melayani orang-orang yang membutuhkan penghiburan di Rumah Sakit sambil memberitakan kabar baik tentang Tuhan Yesus. Tapi sungguh di luar rencana kami, secara berangsur-angsur berat badan Michael turun secara drastis dan perutnya semakin membuncit dan keras sekali. Sesungguhnya, sejak saya menikah dengan dia, saya rasakan adanya hal yang tidak beres dalam kesehatannya, yaitu apabila sehabis makan, dia selalu seperti ingin muntah dan juga mengalami sakit punggung yang cukup berat. Tapi kami tidak tahu sakit apakah itu.
Pada tahun 1995, papi saya dikatakan menderita sakit kanker hati dengan stadium 4 dan usianya tinggal 6 bulan lagi. Bukan main sedihnya hati kami. Kami berusaha mencari dokter yang baik. Dari beberapa teman dikatakan bahwa di Shanghai ada pengobatan yang terbaik. Maka berangkatlah kami ke sana. Kami berangkat berempat, yaitu orang tua saya dan kami berdua. Setelah bertemu dengan Prof. Tang, Papi dan Mike diperiksa. Setelah pemeriksaan, dokter mendiagnosa bahwa penyakit papi sudah terlambat karena sudah menyebar ke paru-paru dan Mike juga mempunyai tujuh benjolan dengan ukuran antara 2 sampai 7 cm yang dikhawatirkan adalah kanker ganas. Bukan main sedihnya kami karena dua orang yang saya kasihi terbaring di rumah sakit. Setelah beberapa minggu dirawat di rumah sakit, kami diperkenankan pulang. Sungguh waktu yang Tuhan sediakan untuk Papi begitu indah, sehingga Papi dapat mengenal Tuhan dan menerima Dia sebagai Juru Selamat sebelum Papi dipanggil kepangkuan Tuhan 6 bulan setelah kami kembali dari Shanghai.
Mike diberikan pengobatan TAE (Trans Artery Embolization) atau pemberian suntikan melalui Interferon untuk membungkus sel kanker tersebut agar tidak menjalar keluar. Tapi pengobatan ini tidak dapat bertahan lama. Kami harus bolak-balik beberapa kali. Sekali berobat harus tinggal dua minggu di rumah sakit. Karena kondisi fisik Mike begitu baik, tidak seperti orang sakit, maka Mike dianjurkan untuk berobat ke Singapura saja supaya lebih dekat. Menurut dokter di sana, ini tidak ganas, tetapi hanya Hepatitis dengan virus C, jadi pencegahannya melalui suntikan Interferon. Setelah menjalankan beberapa kali pengobatan, maka dia merasa tidak ada lagi yang harus diteruskan, dan kehidupan kami berjalan normal seperti biasa.

Namun lima tahun kemudian badannya menjadi begitu kurus dan tidak mempunyai nafsu makan. Maka kemudian kami memutuskan untuk mencari dokter lain di Singapura. Ternyata dokter itu juga seorang anak Tuhan. Setelah pemeriksaan dijalankan, dokter mengatakan sebaiknya dilakukan transplantasi. Benjolannya sudah begitu besar dan diperkirakan sekitar 18 cm serta sangat berbahaya karena isinya darah dan dapat pecah setiap saat apabila terbentur. Apabila pecah dapat langsung meninggal dunia. Saya sangat sedih dan bingung, tidak tahu yang harus saya lakukan. Kami terus berdoa minta pimpinan Tuhan untuk mengetahui apa yang harus kami lalukan. Melalui seorang teman, kami dikenalkan dengan dokter yang paling baik di Amerika untuk transplan, yaitu di Mayo Clinic, Minneapolis, USA.
Kami berangkat dengan hati penuh harap. Setiba kami di sana, kami langsung menjalankan pemeriksaan. Setelah hasil darah keluar, kami langsung bertemu dokter. Dan seperti yang sudah saya prediksikan, benar, ini adalah kanker ganas (HCC) level 2 dan sudah tidak dapat dioperasi karena sudah terlalu besar. Lalu kami disuruh pulang serta melakukan hal-hal yang belum dilakukan serta menikmati hidup. Tidak ada pengobatan lain selain kemoterapi sebanyak enam kali dan setiap kalinya dilakukan melalui infus selama 4 hari, 4 jam sehari. (Dilakukan chemo dengan harapan benjolan itu akan mengecil baru kemudian dapat dioperasi.) Tapi berdasarkan pengalaman yang ada, dari sekian banyak penderita hanya 2% yang selamat melewati hal ini.
Setelah mendengar hal itu, belum sampai di luar ruang dokter saya sudah tidak dapat menahan air mata. Sambil terus menangis saya mengajukan beberapa pertanyaan dan memohon untuk mungkin ada pengobatan lain yang dapat membantu. Tapi kami sudah tahu jawabannya adalah tidak ada. Setelah kami keluar, kami tidak bisa langsung kembali ke hotel, melainkan kami duduk di lobi rumah sakit. Kami berdua menangis, menangis dan menangis serta terus berdoa. Kami menyadari bahwa kami begitu lemah dan tidak dapat melakukan apapun dan kami hanya dapat menyerahkan seluruh hidup kami di dalam tangan Tuhan. Hati kami begitu hancur dan kami mulai berpikir apa yang harus kami katakan kepada anak-anak kami, orang tua kami. Dan saya pun berpikir bagaimana saya harus menjalankan hidup sebagai single parent.
Praktis dalam satu minggu itu saya tidak dapat tidur sama sekali. Paling banyak saya tidur selama 2-3 jam. Pikiran saya begitu kacau, sedih dan tiada hari tanpa air mata. Tapi di dalam kesedihan saya yang paling dalam saya tahu Tuhan juga mengetahui kesedihan saya. Saya terus berdoa dan berdoa. Kalau sebelumnya saya juga berdoa, tapi sekarang ini doa saya sungguh mencurahkan seluruh perasaan sedih saya kepada-Nya. Saya curahkan seluruh perasaan ini kepada para hamba Tuhan, saudara-saudara seiman untuk mohon dukungan doa dari mereka, karena saya percaya doa adalah hal yang paling penting di dalam kehidupan kita.
Setelah kami menjadwalkan kemoterapi tersebut, maka pada bulan November 2000 kami berangkat ke Singapure untuk chemo yang pertama. Mike begitu yakin bahwa ia dapat melaluinya dengan baik, karena dia merasa masih muda. Meskipun setiap orang share setelah chemo bisa muntah, seluruh badan rasa tidak enak dan lain-lain. Setelah 4 hari kami langsung pulang. Dan sebelum pulang, pada hari ke-3 di Singapura, Mike sudah muntah-muntah, tapi tidak terlalu parah. Tetapi setelah kami pulang, dia muntah dan buang air dalam satu hari tidak pernah berhenti. Sampai karena saya takut dia kekurangan cairan, maka kami bawa ke Rumah Sakit untuk dirawat. Ternyata setelah itu bukan lebih baik tapi semakin menjadi-jadi, bukan hanya kotoran yang keluar tapi sudah darah. Darah pun keluar dari segala tempat, yaitu: hidung, mulut dan sebagian besar dia sudah tidak sadarkan diri. Sampai pada hari ke-7 adalah hari yang paling gawat, dimana semua fungsi darah tidak ada yang baik, HB tingal 0,5 RBC hanya 2,5 keadaan sangat mengkhawatirkan.
Saya terus berdoa dan Pdt. Hendra (Gembala Sidang kami) mengajak seluruh jemaat untuk berdoa syafaat minta Tuhan mau bermurah hati untuk menolong. Dan sungguh kami melihat kasih dan tangan Tuhan memelihara. Saya menghubungi dokter di Singapura untuk meminta bantuan obat yang dapat menghentikan semua ini. Bagaimana mungkin kalau bukan Tuhan yang bekerja dokter tersebut dapat dihubungi pukul 12 malam pada saat weekend, yang mana mereka sedang berlibur ke Malaysia dan malam itu sedang hujan lebat? Dokter itu pun mengajak seluruh keluarganya berdoa untuk Michael. Sungguh hal-hal seperti itu membuat saya sangat terharu dan mengucap syukur kepada Tuhan, bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkan kami. Dan melalui perhatian, doa, sampai-sampai Kaum Ibu secara bergiliran membuatkan masakan untuk Mike, kami merasa sangat dihiburkan oleh saudara-saudara seiman kami. Selama 10 hari dirawat di rumah sakit membuat kami semakin dekat dengan Tuhan.
Kemoterapi tersebut sebagian dilakukan di Singapura dan sebagian lagi di Jepang. Sungguh Tuhan sangat mengetahui sifat anak-anaknya dan Tuhan juga sangat tahu akan kekerasan hati Mike. Pada mulanya dia tidak mau sama sekali ke Jepang karena takut operasi dan sangat bersikeras. Sampai semua dari kami berdoa, dan Dr. Karmen di Singapura berdoa serta mengatakan, "Mike, kita sebagai anak Tuhan tidak boleh takut mati, karena kita tahu bahwa setelah kita mati kita akan ke mana. Tapi Tuhan juga bekerja melalui ilmu pengetahuan dan ingin menyatakan kemuliaan-Nya melalui pencobaan yang kamu lalui. Jadi sangatlah bijaksana apabila kita mendengarkan apa yang Tuhan ingin perbuat melalui semua itu." Dia juga mengatakan bahwa dia telah mengecek Prof. Makuuchi yang adalah seorang dokter yang sangat terkenal. Beliau adalah Top Surgeon no. 5 di dunia dan no. 1 di Jepang. Saya sungguh bersyukur masih begitu banyak anak Tuhan yang begitu memperhatikan kami. Baru setelah melalui hal tersebut akhirnya Mike memutuskan untuk operasi ke Jepang.
Kami siapkan semua dan akhirnya kami berangkat. Hati saya begitu sedih, karena kepergian kami kali ini begitu mengkhawatirkan, antara sembuh atau pulang hanya nama. Dan kami tidak tahu berapa lama harus tinggal di sana. Kami tinggalkan semua pekerjaan kami, anak-anak, dengan satu keyakinan bahwa di dalam Tuhan ada pengharapan. Tuhan memimpin segalanya sampai kami dapat tiba di Jepang dengan selamat dan langsung melakukan beberapa pengecekan. Test demi test Mike jalankan dengan sungguh. Setiap melakukan test saya telepon kepada hamba Tuhan untuk didoakan, dan sungguh iman kami terus naik turun, karena kadang-kadang hasil test jelek, dan tiada hari tanpa doa minta Tuhan memimpin kami. Setiap pulang dari RS sekitar jam 7 malam, saya harus jalan sendirian melalui taman di Ueono. Saat itu musim salju, udara dingin sekali dan jalanan begitu sepi sampai-sampai saya tidak menemukan seorang pun di sana. Untuk menghilangkan rasa takut, saya berlari sambil bernyanyi “Sepanjang Jalan Tuhan Pimpin”. Setibanya di hotel saya tidak lagi kedinginan, malah keringatan karena saya berlari.
Sampai akhirnya dokter memutuskan untuk operasi pada tanggal 4 Januari 2001. Kami hanya dapat berserah sepenuhnya kepada Tuhan yang dapat memberikan jalan terbaik kepada kami. Saya kembali menelepon Pdt. Hendra dan minta didoakan. Beliau mengajak beberapa pemuda untuk berpuasa bersama dan juga berdoa. Operasi berjalan 10 jam dan Tuhan sungguh ajaib, tumor dapat dikeluarkan tanpa pecah sama sekali karena apabila pecah, sel kanker akan menyebar ke tempat yang lain. Berat dari tumor ganas itu sendiri adalah 4,2 kg dan ukurannya adalah 22 cm. Yang lebih heran lagi adalah fungsi hati diberikan oleh Tuhan bukan hanya 25% (yang pada mulanya diperkirakan oleh dokter), tapi 40%. Penyembuhan Mike juga sangat luar biasa cepat, hanya 16 hari kami sudah dapat kembali ke Indonesia.
Tidak ada yang mustahil di mata Tuhan dan selalu ada pengharapan bagi anak Tuhan yang bersandar kepada Dia. Mike sudah dapat melakukan kegiatan sehari-hari seperti orang normal lainnya. Kami sungguh bersyukur atas semua dukungan doa dari saudara-saudara seiman yang dengan setianya mendukung kami. Kiranya kesaksian ini membawa berkat bagi banyak orang yang membacanya, sehingga nama Tuhan dapat dimuliakan.

2 comments:

  1. Yes,God is good!!!

    ReplyDelete
  2. Tiada yang mustahil bagi Dia Sang pemberi nafas kehidupan, DIA Dokter di saat kita sakit lemah tak berdaya.

    ReplyDelete