Dapatkah Tuhan, yang selalu berada dan tidak dapat dihancurkan itu, mati?
Tidakkah Dia adalah yang pada mulanya membentuk bumi ini melalui Firman dari mulut-Nya? Bagaimana mungkin Allah Anak harus mati bagi saya? Mengapa Tuhan kita harus mengosongkan diri-Nya dari segala kemuliaan-Nya dan menjadi manusia, hanya untuk menyelamatkan “Keturunan Adam yang tak berpengharapan?” Bagaimana mungkin darah Yesus yang dicucurkan 1900 tahun yang lalu, tetap relevan kepada saya hari ini?
Tidak banyak pujian Kristen mulai dengan sebuah pertanyaan penting seperti pada lagu ini. Dapatkah orang percaya merenungkan kasih Tuhan yang bagitu luar biasa di Kalvari tanpa merasakan ketakjuban dan keajaiban yang dirasakan Charles Wesley dalam pujian ini? Tetapi, ini bukan sebuah pernyataan keraguan, melainkan sebuah pernyataan iman dalam kesungguhan dan ketakjuban mendalam.
Walaupun dia adalah seorang dengan latar belakang religius yang sangat disiplin dan ketat pada masa mudanya, sebagai lulusan Universitas Oxford, dan melakukan tugas misi di sebuah koloni bari di Georgia, Charles Wesley tidak pernah mendapatkan ketenangan dan damai sejahtera dalam hati dan hidupnya. Dia adalah seorang yang secara fisik dan rohani lemah. Kembali ke London setelah melewati suatu paruh waktu yang sangat menjatuhkan imannya di Amerika, dia bertemu dengan sekelompok orang-orang Moravia di Aldersgate Hall, 20 Mei 1738, yang kemudian membawanya kepada peristiwa kelahiran baru yang sangat menyentuh dan menyadarkannya bahwa “Keselamatan hanyalah karena iman saja.”
Berikut ini catatannya mengenai peristiwa tersebut: “Pada tengah malam, aku memberikan diriku kepada Kristus: yakin bahwa aku telah selamat, tidur, atau pun bangun. Aku telah berulang kali mengalami perngalaman akan kuasaNya dalam mengatasi segala cobaan, dan mengaku, dengan sukacita dan takjub, bahwa Dia mampu melakukan begitu banyak dan melampaui apa yang kupikirkan, bahkan melampaui apa yang aku minta.”
Dalam pujian ini, Charles Wesley berdiri dalam ketakjuban akan Allah yang Maha Kuasa yang berinkarnasi menjadi sesosok mahluk yang lemah; berbalutkan daging dan darah dalam seorang manusia, yaitu Yesus Kristus. Mengapa? Agar dapat disalibkan!! Untuk menebus orang-orang yang menggantung-Nya di atas kayu salib! Misteri kematiaan-Nya membawa dampak universal.
Kalimat awal dari pujian ini, memberitahukan kepada kita ketakjuban Wesley, bahwasanya dia berbagian dalam menerima keuntungan dari tindakan pengorbanan monumental yang berlandaskan kasih yang luar biasa ini. Tuhan mati bagi umat manusia, dan bahkan Wesley, yang pemberontak, berdosa, membuat Dia dihukum dalam kematian! Cinta yang ajaib! Bagaimana mungkin Engkau, Tuhanku, mau mati bagiku?
Dosa-dosa dari generasi ke generasi yang tak terhitung banyaknya telah berulang kali membuktikan betapa tidak berdayanya manusia untuk memuliakan Tuhan. Maka, berdasarkan rencana Allah, yang indah, Kristus “mengosongkan diri-Nya dan dengan cinta, mengalirkan darah-Nya bagi keturunan Adam yang tidak berdaya!” Hidup-Nya yang tanpa dosa memuaskan tuntutan Hukum Taurat dan membuat-Nya berkualifikasi untuk menjadi persembahan Allah yang unik bagi penebusan umat manusia. Domba sembelihan Allah yang mati bagi penyelesaian kematian dan telah membayar bagi semua tuntutan yang dituduhkan kepada kita, termasuk tuntutan kutuk hukum taurat atas kita.
Kelangsungan dunia, umat manusia, dan semua ciptaan bergantung pada pencapaian penebusan yang luar biasa ini! Sejarah manusia selamanya berubah mulai pada saat itu, karena sebuah perjanjian anugrah dan belas kasihan muncul bersama Kristus dari dalam kubur. Kebangkitan Kristus adalah bukti bahwa Allah telah menerima Dia sebagai satu-satunya yang pantas untuk membayar hutang-hutang dosa kita. Dalam kebangkitannya yang adalah anugrah itu, kita menjadi hidup di hadapan Allah, dan sekarang dapat bersama-sama Charles Wesley berkata, 'Ya, bisa!!'
Dalam antusiasme spiritual inilah, Charles memulai penulisan lagu-lagu pujian dengan sebuah determinasi yang tinggi. Dia berkunjung ke seluruh pelosok Inggris bersama saudaranya, dengan giat, dan menyebabkan sekumpulan massa besar orang-orang yang mulai menyanyikan lagu pujian pada kebaktian-kebaktian massal yang dihadiri hampir 40.000 orang.
Setiap pengalaman spiritual dan pemikiran baru yang melintas dalam diri Charles, sebuah lagu pujian muncul. Bahwak diatas ranjang kematiannya, dikatakan bahwa dia mendiktekan kepada istrinya sebuah lagu pujian terakhir kepada Tuhan yang begitu dia cintai dengan intim dan dia layani dengan efektif.
Ya Tuhan, Aku bersukacita karena mendapatkan bagian dalam darah-Mu, yang membersihkan setiap kesalahan dan dosa-dosaku! Terima kasih untuk cintaMu yang luar biasa! Terima kasih karena Engkau telah meninggalkan tahta Bapa untuk menjadi manusia. Dulu, aku adalah musuh-Mu, aku tidak mencintai Engkau, tetapi Engkau rela mati bagiku! Aku terbelenggu, tetapi terangmu menghancurkan belengguku, dan masuk ke dalam hatiku, dan sekarang aku hidup di dalam Engkau! Terima kasih karena Engkau telah menggantikan kutukan dan hukuman, dan menggantikannya dengan anugerah dan berkat yang berlimpah! Amin.
Words: Charles Wesley, Psalms and Hymns, 1738
Music: “Sagina,” Thomas Campbell, Bouquet, 1825
And can it be that I should gain
An interest in the Savior’s blood!
Died He for me who caused His pain!
For me who Him to death pursued?
Amazing love! How can it be,
That Thou, my God, shouldst die for me?
Amazing love! How can it be,
That Thou, my God, shouldst die for me?
’Tis mystery all: th’Immortal dies!
Who can explore His strange design?
In vain the firstborn seraph tries
To sound the depths of love divine.
’Tis mercy all! Let earth adore;
Let angel minds inquire no more.
’Tis mercy all! Let earth adore;
Let angel minds inquire no more.
He left His Father’s throne above
(so free, so infinite His grace!),
Emptied Himself of all but love,
And bled for Adam’s helpless race.
’Tis mercy all, immense and free,
For O my God, it found out me!
’Tis mercy all, immense and free,
For O my God, it found out me!
Long my imprisoned spirit lay,
Fast bound in sin and nature’s night;
Thine eye diffused a quickening ray;
I woke, the dungeon flamed with light;
My chains fell off, my heart was free,
I rose, went forth, and followed Thee.
My chains fell off, my heart was free,
I rose, went forth, and followed Thee.
No condemnation now I dread;
Jesus, and all in Him, is mine;
Alive in Him, my living Head,
And clothed in righteousness divine,
Bold I approach th’eternal throne,
And claim the crown, through Christ my own.
Bold I approach th’eternal throne,
And claim the crown, through Christ my own.
Dikutip dan diterjemahkan dari berbagai sumber. |
Shalom..artikelnya bagus memberkati..
ReplyDeleteTerimaksih Tuhan Yesus. Terimakasih Bapa yang baik. Kasih-Mu dan kemurahan-Mulah yang menyelamatkan aku. Seharusnya aku yang mendapatkan hukuman karena dosa-dosa dan kejahatanku,tetapi Engkau mau menanggung hukuman itu karena Engkau mengasihiku. Tidak ada kata yang dapat mengungkapkan kasih dan anugerah-Mu. Tidak ada tulisan yang sanggup menceritakan kasih dan kebaikan-Mu. Terimaksih Bapa Yang Baik. Di dalam nama Tuhan Yesus aku berdoa dan bersyukur kepada-Mu. Amin
ReplyDeletemakanya terus saja freesex,homosex.......n nyodomi ibu kandung...........karna dosa2 udah ditanggung tuhan yesus.............enakkkkkk
ReplyDelete