Thursday, October 14, 2010

BAPTISAN ANAK



Refleksi Teologis

BAPTISAN ANAK

“Jawab Petrus kepada mereka: "Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus. Sebab bagi kamulah janji itu dan bagi anak-anakmu dan bagi orang yang masih jauh, yaitu sebanyak yang akan dipanggil oleh Tuhan Allah kita." ( Kisah Rasul 2:38-39 )

A. Kata Pengantar

Haruskah anak-anak kecil dibaptis ? Atau, haruskah orang-orang tua yang beriman menunda pelayanan baptisan anak sampai mereka sendiri mulai bisa percaya ? Tentang hal ini ada beberapa perbedaan pendapat. Bahkan ini terjadi di kalangan orang-orang Kristen yang mengasihi Tuhan Yesus dengan sepenuh hati dan mau hidup menurut ketetapan Firman-Nya.
Ada yang berpendapat bahwa baptisan anak adalah sesuatu hal yang tidak baik. Misalnya dari golongan Injili, Gereja Baptis atau Penthakosta/ Kharismatik. Tetapi ada juga yang berkeyakinan bahwa baptisan anak adalah perintah Allah. Menurut pendapat mereka yang mendasarkan diri pada Alkitab, semua anak-anak orang percaya harus menerima tanda baptisan.
Pendapat manakah yang benar ? Dalam artikel ini penulis akan meneliti apa yang difirmankan Tuhan tentang permasalahan ini. Firman Allah, bukan sejarah gereja, harus menentukan apa yang benar. Bukan berarti sejarah gereja tidak penting, melainkan Firman Allah sajalah yang meyakinkan dan memutuskan kebenaran permasalahan ini. Jadi, Firman Tuhan merupakan titik tolak bagi kita.
Dewasa ini merajalela ajaran baru yang mengatakan bahwa baptisan bayi (anak-anak) yang dilaksanakan di dalam gereja-gereja Protestan tidak syah (valid) dan tidak Alkitabiah. Mereka mengajarkan bahwa baptisan yang syah (valid) dan menurut Alkitab adalah ketika seorang telah menjadi dewasa dan harus “diselamkan” ke dalam sungai, kolam, danau, bak air, dll.Oleh karena itu, kita perlu memberi penjelasan yang bersifat teologis dan alkitabiah tentang arti, makna, hakekat dan kedudukan baptisan yang dilaksanakan oleh gereja-gereja Protestan sebagai institusi (lembaga Kristus). Tujuannya untuk meneguhkan iman semua warga gereja tentang nilai dan berkat yang dia terima melalui baptisan, dan dengan demikian tak seorangpun dari mereka jatuh kepada tipuan dan rayuan sesat yang meminta mereka menerima kembali baptisan berulang-ulang, hanya oleh karena ketidaktahuannya tentang makna baptisan ini. Baptisan adalah salah satu sakramen yang kita imani dan yakini di dalam Alkitab yang adalah Firman Allah. Sakramen adalah tanda dan meterai yang kudus serta kasatmata, yang telah ditetapkan oleh Allah. Melalui penerimaan sakramen, diterangkan-Nya dan dimeteraikan-Nya kepada kita secara lebih jelas lagi janji Injil, yaitu bahwa Dia menganugerahkan kepada kita pengampunan semua dosa dan hidup yang kekal, hanya berdasarkan rahmat, karena kurban Kristus yang satu- satunya, yang telah terjadi di kayu salib.

B. Etimologi Baptisan

Kata Baptisan berasal dari kata Yunani, yaitu bapto, atau baptizo yang memiliki arti membersihkan atau membenamkan atau mencelupkan yang artinya :
  1. to dip : mandi, masuk ke dalam air,mencedok air
  2. immerce : membenamkan, mencelupkan
  3. to cleance or purify by washing = membersihkan atau memurnikan melalui pembasuhan
Dari makna kata baptisan tersebut jelaslah kepada kita bahwa pembersihan dalah makna yang penting dari sakramen baptisan. Alkitab menggunakan sitilah baptis” baik secara literal maupun secara figuratif. Sebagaimana yang dinyatakan dalam makna kiasan (metafora) di dalam Kis 1:5, dimana dinyatakan kelimpahan dari anugerah yaitu Roh Kudus. Dan juga di dalam Luk 12:50, dimana makna baptisan disini menyatakan penderitaan Kristus dalam kematian-Nya.
Sebaliknya di dalam Perjanjian Baru, pada pihak lain akar kata dari asal mula kata baptisan (etimologi baptisan) diambil kata baptizo, tidak menuntut selam, misalnya pembaptisan Roh juga digambarkan sebagai “pencurahan” (Kis 2:33, bd Yes 36:25,26). Dalam istilah gerejawi, bagaimanapun juga, ketika istilah baptis, baptisan digunakan tanpa kata yang bersyarat, adalah bermaksud menunjuk kepada sakrament pembersihan yang mana olehnya jiwa disucikan dari dosa dan pada saat yang sama air tersebut dicurahkan (dituangkan) kepada tubuh. Banyak istilah lain dari baptisan telah digunakan sebagai deskripsi sinonim untuk baptisan baik di dalam Alkitab dan umat Kristen mula-mula seperti permandian kelahiran kembali, pencerahan, tanda materai dari Allah, air Allah untuk hidup yang kekal, sakramen Trinitas, dan sebagainya. Di dalam bahasa Inggris, istilah Kristen adalah biasa digunakan untuk baptis. Maksudnya kata Kristen menunjuk hanya kepada akibat dari baptisan, yaitu menjadikan seseorang menjadi umat Kristen.

C. Defenisi Baptisan

Katekismus gereja Roma (Ad parochos, De bapt.,2,2,5) mendefenisikan baptisan sebagai berikut : “ Baptisan adalah sakramen kelahiran kembali oleh air di dalam firman.”(per aquam in verbo). St. Thomas Aquinas memberikan istilah ini : “Baptisan adalah penyucian luar daripada tubuh, yang diselenggarakan dengan ketentuan firman”.
Secara umum para teolog kemudian membedakan defenisi sakramen ini secara formal yaitu antara fisik dan metafisik.Oleh para teolog sebelumnya, mereka mengerti formula sakramen ini mengungkapkan tindakan penyucian dan upacara doa Tritunggal. Kemudian oleh para teolog memberikan defenisi baptisan adalah : Sakramen kelahiran kembali” , atau pernyataan Kristus yang mana kita lahir kembali kepada kehidupan rohani. Istilah “regenerasi” atau kelahiran kembali membedakan baptisan dari setiap sakramen lainnya, karena meskipun penebusan dosa memperbaharui manusia secara rohani (spiritual), agaknya ini lebih dimaksudkan kepada suatu kesadaran membawa kembali dari kematian daripada suatu kelahiran kembali secara jasmani (rebirth).
Baptisan menjadikan kita sebagai orang Kristen; dan itu diartikan bahwa kita sudah dilahirkan dari air dan Roh Kudus kepada hidup oleh anugerah. Sedangkan baptisan disisi lain ditentukan untuk memberikan anugerah kepada manusia suatu hidup rohani yang mula-mula, untuk mengubah mereka dari status seteru (musuh) Allah, menjadi status pengangkatan sebagai anak-anak Allah.
Pengertian baptisan menurut katekismus Roma, adalah kombinasi dari pengertian phisik dan metaphisik. Sakramen “kelahiran kembali” (regenerasi) adalah esensi metaphisik dari sakramen, sedangkan esensi phisiknya diungkapkan oleh bagian kedua dari defenisi baptisan yaitu pencucian dengan air (unsurnya) disertai dengan doa Trinitas Kudus (formulanya). Dengan demikian baptisan adalah : peristiwa sakral (suci) yang mana kita dilahirkan kembali dari air dan Roh yaitu kita menerima suatu kehidupan baru dan rohani dan menerima martabat pengangkatan sebagai anak-anak Allah dan ahli waris kerajaan sorga”.
Tuhan Yesus Kristus telah menetapkan permandian lahiriah (baptisan Kudus) ini disertai janji yaitu : sebagaimana tubuh kita pasti dibasuh secara lahiriah oleh air, yang biasa dipakai untuk menghilangkan kotoran tubuh, sepasti itu pula kita telah dibasuh dengan “darah dan Roh-Nya “ dari kecemaran jiwa kita, yaitu mendapat pengampunan semua dosa kita dari Allah, berdasarkan rahmat, karena darah Kristus yang telah ditumpahkan-Nya bagi kita pada kayu salib, dan pembaruan oleh Roh Kudus serta pengudusan oleh-Nya menjadi anggota tubuh Kristus .(Bdk Kis 2:38, Mat 28:19, 1 Pet 3:21, Rm 6:3-4).

D. Formula dan Unsur Baptisan

D.1. Formula Baptisan

Formula satu-satunya dan diharuskan dari baptisan yang valid (syah) adalah : “ Aku membaptismu(atau orang ini dibaptis) dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus.” Ini adalah formula baptisan yang diberikan oleh Kristus kepada murid-murid-Nya ( Mat 28 : 19). Di dalam pelayanan sakramen baptisan kudus tentunya penting menggunakan kata “baptis”, jikalau tidak upacara baptisan tersebut tidak valid (syah). Hal ini adalah yang tetap dilakukan oleh gereja-gereja baik Latin dan Yunani untuk membuat pemakaian kata baptis sebagai bentuk formula baptisan. St. Ambrose (De Myst, IV) menyatakan : “Kalau seorang telah dibaptis tidak di dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dia tidak akan mendapat pengampunan dari dosa-dosanya.” St. Cyprian, menolak validitas dari baptisan yang diberikan hanya dalam nama Kristus saja, dimana ia menegaskan bahwa pemberian nama dari seluruh Pribadi Allah Tritunggal diperintahkan oleh Tuhan. ( in plena et adunata Trinitate ). Dan bapak-bapak gereja percaya bahwa para rasul membaptis orang percaya dengan formula nama Allah Tritunggal (Bapa dan Anak dan Roh Kudus) karena itu diperintahkan langsung oleh Tuhan Yesus Kristus sebagai kepala gereja sebelum Dia terangkat kesorga (Bdk.Mat 28 :19, Mark 16 : 16-20). Pernyataan yang sama banyak dinyatakan oleh penulis-penulis primitif, seperti St.Jerome (IV,in Matt), Origen (de Princ., i,ii), St.Athanasius (Or.iv,Contr.Ar), St.Augustine (De Bapt.,vi,25).

D.2. Unsur Baptisan

Dalam sakramen baptisan unsur alami yang digunakan adalah air yang benar. Beberapa dari bapak-bapak gereja mula-mula, seperti Tertullian (De Bapt.,i) dan St. Augustine menyebutkan adalah bidat-bidat yang menolak air secara keseluruhan sebagai unsur pokok dari baptisan”. Alkitab adalah begitu positif di dalam pernyataannya yaitu menggunakan air alami dan benar untuk baptisan. St. Augustine secara positif menyatakan bahwa tidak ada baptisan tanpa air (Tr.XV in Joan). Tidakkah kita melihat apa yang dikatakan Kristus begitu jelas dalam Injil Yoh 3:5 ?
Unsur alamiah dalam baptisan adalah air. Para teolog mengatakan kepada kita secara konsekuen bahwa biasanya orang akan menyatakan bahwa air adalah unsur yang sah (valid) untuk baptisan, apakah air dari air laut, air minum, air sumur,air sungai, jernih atau keruh, segar atau asin, panas atau dingin. Air yang diperoleh dari es yang mencair adalah valid (sah).

E. Baptisan Mengganti Sunat

Apa yang diwujudkan pada Perjanjian Lama oleh tanda sunat, pada masa kini diwujudkan oleh tanda baptisan. Ada kesejajaran. Baptisan pun merupakan tanda perjanjian, tanda materai janji Allah akan pengampunan dosa. Sunat adalah tanda bahwa orang selalu terikat dengan Allah (“ Aku akan menjadi Allahmu”). Demikianlah halnya dengan baptisan (Mat 28:19). Dengan kata lain, menjadi manusia Allah Tritunggal, karena terikat dengan Bapa, Anak dan Roh Kudus.
Dalam Kejadian 17 menunjukkan bahwa sunat pertama-tama mewujudkan tanda rohani. Kedua, mempunyai arti kebangsaan. Bahwa sunat bersifat kebangsaan, yang mencirikan keanggotaan bangsa Israel, tidak dapat disangkal. Umat Israel pemilik sunat tersebut disamakan dengan bangsa Israel (PL). Dalam Kej 17 : 10,11,13,14 sunat disamakan dengan perjanjian yang dibuat oleh Abraham (Bnd Kis 7:8). Artinya, sunat menandai gerakan yang penuh kasih karunia dari Allah menuju manusia. Selanjutnya Perjanjian Lama berbicara tentang sunat sebagai materai”( Rm 4:11) atas pemberian kebenaran Allah. Karena itu sunat menjadi tanda kasih karunia dimana Allah memilih dan menandai orang-orang milik-Nya. Abraham adalah pokok zaitun yang asli yang ditanam TUHAN YAHWEH. Sebagai bapak orang beriman, Abraham dipilih Allah dan memberikan tanda perjanjian” dengan keturunannya yaitu sunat”. Keturunan Abraham adalah bangsa Israel, umat pilihan Allah. Perjanjian sunat bekerja atas dasar kesatuan rohani antar anggota rumah tangga dan kepalanya( Bdk.Kel 38:8, Im 10:14, Im 12:2-6,Ul 13:6). Yang artinya atas dasar kesatuan rohani antar anggota rumah tangga dan kepalanya ini, maka seisi rumah baik laki-laki maupun perempuan menjadi anggota dari perjanjian tersebut dan menjadi umat Israel yaitu umat pilihan Allah, keturunan Abraham (Bil 18:19). “ Perjanjian itu diadakan antara Aku dan engkau serta keturunanmu turun-temurun” (Kej 17:7). Allah memisahkan bangsa Israel umat pilihan-Nya dari bangsa lain supaya anak laki-laki Israel tidak mengambil wanita kafir menjadi istrinya dan juga anak perempuan Israel haruslah kawin dengan seorang dari salah satu kaum yang termasuk suku ayahnya yaitu suku Israel (Bdk.Bil 36:8). Dalam perjanjian sunat, hanya anak laki-laki keturunan Abraham yang disunat yang akan menjadi kepala dalam rumah tangganya sebagai milik pusaka TUHAN. Sunat Israel adalah pertanda kedudukan di hadirat Allah, dan bahwa kasih karunia Allah mendahului perbuatan manusia”. Dalam masa Perjanjian Lama, pergaulan dengan Allah dan pengampunan dosa serta hidup yang kekal hanya bisa diwujudkan oleh orang yang “bukan hanya bersunat, tetapi juga mengikuti jejak iman Abraham, bapa leluhur kita, pada masa ia sebelum disunat”( Bdk. Rom 4:12, Yoh 4:1-26, Yoh 8:56). Perjanjian Allah dengan Abraham tidak dihentikan, tetapi tanda perjanjian itu yakni sunat,yang diberikan Allah dalam Kejadian 17 ,itulah yang dihentikan.
Dalam suratnya kepada jemaat di Galatia, Paulus melawan kaum penyesat,bidat-bidat (Bdk. Gal 2:4,8 16-21). Mereka menuntut sunat bagi orang Kristen. Bukan dalam pengertian arti sunat, melainkan tanda lahiriah yang mereka alami, yakni sunat (Bdk. Rm 2:28,29). Apa yang diwujudkan pada Perjanjian Lama oleh tanda sunat,pada masa kini diwujudkan oleh tanda baptisan sebagai materai dari kebenaran berdasarkan Iman. Ada kesejajaran. Baptisan pun tanda perjanjian, tanda materai janji Allah akan pengampunan dosa. Jika kita memperhatikan cara Rasul Paulus membandingkan sunat dan baptisan, maka jelas bahwa bagi orang Kristen, baptisan telah ditetapkan untuk menggantikan sunat.( Bdk. Rm 6:1-14, Kolose 2 : 11-12 ). Dalam baptisan baik baptisan bayi (anak-anak) orang percaya maupun baptisan dewasa (orang kafir yang bertobat dan percaya oleh penginjilan) jelaslah terlihat bahwa :” Bukan kita yang yang memilih Tuhan, melainkan Tuhanlah yang memilih kita“(Bdk.Yoh 15:16). Dalam karya pelepasan-Nya, Allah senantiasa berjalan di depan manusia. Sekalipun kita telah mati oleh kesalahan-kesalahan kita, Ia telah menghidupkan kita bersama-sama dengan Kristus ( Eff 2:1-10).
Dibawah ini saya akan mencatumkan perbandingan antara sunat dan baptisan sbb: 

Perjanjian Lama :
  • Sebelum Kristus
  • Sunat
  • Sifat sementara : Hukum Taurat 
  • Anak-anak Allah ( Bapa )
  • Hamba-hamba Taurat 
  • Belum akil balig 
  • Terbatas pada Israel ( Yahudi )
  • Posisi khusus untuk tanah Kanaan 
Perjanjian Baru : 

 • Sesudah kelahiran Kristus
• Baptisan
• Sifat tak sementara : Injil yang kekal (kelepasan)
• Anak-anak Allah (Bapa)
• Akil balig, dewasa
• Baik “Yahudi dan Yunani”
• Gereja tersebar di seluruh dunia 


Maka ,setiap orang yang dibaptis menerima kebenaran dan kehidupan kekal berdasarkan iman, karena ia bersama dengan Kristus. Jadi, hanya oleh iman saja seseorang dapat memperoleh apa yang ditandakan dan dimateraikan melalui baptisan berkenaan dengan dikuburkan dan dibangkitkan bersama dengan Kristus, yaitu janji-janji Allah : kemenangan atas maut,kemenangan atas iblis,pengampunan dosa,kemurahan Allah, Kristus seutuhnya, karunia Roh Kudus dan pemberian-pemberian-Nya yaitu kekuatan untuk menekan manusia lama, kebahagiaan yang kekal dan kesukaan yang kekal.

F. Apakah Baptisan Anak Berlawanan Dengan Markus 16:16 ?

Para penentang baptisan anak-anak biasanya menunjuk kepada Markus 16:16 yang berbunyi : “ Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum.” Dari ayat ini, bukankah jelas-demikianlah menurut mereka-bahwa harus percaya dulu baru kemudian dibaptis ?
Jika kita mau menyelidiki nas ini secara seksama, maka kita harus menilai kondisi pada saat Yesus mengungkapkan kalimat ini. Kondisinya sebagai berikut : Tuhan Yesus telah mengutus kesebelas murid-Nya untuk mengabarkan Injil Kerajaan Sorga. Dia yang adalah Tuhan dan Raja, berkata : “ Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada seluruh mahluk”. (Markus 16:15 ). Selanjutnya Dia berkata : “ Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan….”
Para murid harus memberitakan Yesus Kristus. Hanya jika orang percaya kepada Yesus, maka mereka boleh melayankan baptisan. Bagaimana mungkin seseorang yang tidak percaya bisa menerima tanda dan materai, bahwa ia telah diangkat ke dalam perjanjian Allah dan bahwa ia telah dipersatukan dengan Kristus, yakni berbagian dalam kematian dann kebangkitan-Nya ? Bagaimana mungkin seorang yang tidak percaya dapat menerima tanda dan materai pengampunan dosa ? Memang tidak bisa.
Dengan demikian baptisan anak tidaklah salah. Nas ini sama sekali tidak ditujukan kepada baptisan anak-anak, sebab Tuhan Yesus berbicara tentang baptisan berkenaan dengan pemberitaan Injil. Pemberitaan Injil memang tidak ditujukan kepada anak-anak kecil yang belum mengerti, tetapi kepada orang-orang dewasa yang bisa mengerti isi pemberitaan itu. Orang-orang tersebut hanya boleh menerima tanda dan meterai perjanjian Allah jika mereka sungguh-sungguh percaya dan berjanji untuk hidup saleh dalam perjanjian itu.
Jadi Rasul Petrus tidak berlawanan dengan Markus 16:16, ketika ia berkata tidak lama setelah Tuhan Yesus terangkat ke sorga : “ Sebab bagi kamulah janji itu dan bagi anak-anakmu…” (Kis 2 :39 ). Rasul Paulus pun tidak salah ketika ia membaptiskan Lidia yang beriman itu bersama-sama dengan seisi rumahnya, seluruh keluarganya ( Kis 16:15). Lidia memang harus percaya sebelum dibaptis. Demikian halnya dengan kepala penjara di Filipi. Karena setelah ia bertobat, ia bersama-sama keluarganya dibaptiskan ( Kis 16:33). Kis 16 :31 menyatakan, “ Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat, engkau dan seisi rumahmu…”. Dan lagi, Paulus menceritakan bahwa ia telah membaptiskan keluarga Stefanas ( 1 Kor 1:16 ).

G. Anak-anak Dibaptiskan Agar Memperoleh Karunia Roh Kudus.

Pada masa Perjanjian Lama Allah tidak memberikan janji-Nya hanya kepada orang dewasa saja, karena anak-anak Israel pun menerima janji Allah dan karenanya menerima tanda perjanjian. Jika janji Allah pada masa kini tidak berlaku bagi anak-anak kecil, maka kita harus menyimpulkan adanya satu perubahan besar dalam sifat perjanjian. Jika ada perubahan sebesar itu, maka Allah pasti telah menyatakan adanya perubahan itu dengan jelas, bukan ?
Jika seseorang menolak baptisan anak berdasarkan anggapan bahwa pada masa kini Allah tidak memberikan janji-janji-Nya kepada anak-anak kecil, maka dia harus menunjukkan secara jelas bagian Alkitab yang menyebutkan tentang perubahan tersebut. Keharusan tersebut membuktikan hal ini bukan bagi pihak yang menerima baptisan anak, melainkan kepada pihak yang menolaknya. Karena orang Kristen yang menerima baptisan anak-anak bertitik tolak dari kenyataan bahwa Tuhan masih tetap mengadakan perjanjian-Nya dengan orang-orang percaya dan anak-anak mereka.
Apakah Perjanjian Baru menyatakan secara jelas bahwa anak-anak orang percaya termasuk jemaat Kristus dan bahwa janji pengampunan dosa berlaku juga bagi mereka ? Mari kita melihat Kisah Para Rasul 2:39. Di situ Rasul Petrus berkata kepada orang-orang Yahudi (ayat 22 ), yaitu umat perjanjian Allah yang hidup pada masa itu: “ Sebab bagi kamulah janji itu dan bagi anak-anakmu dan bagi orang yang masih jauh, yaitu sebanyak yang akan dipanggil oleh Tuhan Allah kita. Janji apakah yang dimaksudkannya ? Bagian ini secara jelas ( Kis 2:38) menunjuk kepada janji pengampunan dosa dan karunia Roh Kudus.
Rasul Paulus pun memandang anak-anak orang percaya sebagai anggota-anggota jemaat Kristus. Misalnya dalam Efesus 1:1 dikatakan, “…kepada orang-orang kudus di Efesus, orang-orang percaya dalam Kristus Yesus”. Selanjutnya dia juga berbicara secara khusus kepada anak-anak, “ Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikan”. ( Efesus 6:1). Hal ini terjadi hanya oleh karena Allah telah mengikatkan diri-Nya kepada mereka dan memberikan janji pengampunan dosa serta Roh Kudus kepada mereka. Jadi, anak-anak ini telah diangkat ke dalam perjanjian oleh karena kasih karunia-Nya.
Dengan demikian kita melihat bahwa baptisan anak-anak bisa diterima sebagai perintah Tuhan Allah dalam firman-Nya. Perintah ini memang tidak tersurat dalam salah satu nas, melainkan tersirat dalam perjanjian Allah dengan bangsa-Nya (dengan umat-Nya). Dan dengan demikian, dapat dikatakan bahwa baptisan anak-anak merupakan hal yang sangat penting. Sebab semua hal yang diperintahkan Allah merupakan hal yang penting bagi kita. Ada beberapa hal penting berkenaan dengan ajaran Alkitab mengenai baptisan anak ini sebagai berikut :
  1. Dalam baptisan anak-anak ini jelas terlihat bahwa bukan kita yang memilih Tuhan, melainkan Tuhanlah yang telah memilih kita. Dalam karya pelepasan-Nya, Allah senantiasa berjalan di depan manusia. Sekalipun kita telah mati oleh kesalahan-kesalahan kita, Ia telah menghidupkan kita bersama-sama dengan Kristus ( Bdk Efesus 2:1-10 ). Jadi, baptisan bukan satu tanda dan meterai kepercayaan kita, melainkan tanda meterai janji-janji Allah.
  2. Tentang anak-anak orang percaya yang menerima tanda perjanjian ini, menekankan pertanggungjawaban orang tua untuk mendidik anak-anak mereka untuk “takut akan Tuhan”. Pendidikan yang baik akan mendorong anak-anak sehingga semakin mereka bertumbuh, semakin membalas kasih Allah dengan kasih dan kepercayaan mereka.
  3. Tanda baptisan memperlihatkan bahwa anak-anak telah menerima segala janji Allah, sekaligus harus memenuhi tuntutan perjanjian itu. Jika setelah mereka beranjak dewasa dan kemudian tidak percaya, maka mereka sendiri telah memutuskan perjanjian itu. Sebagai orang yang mengingkari perjanjian, mereka akan menerima hukuman yang lebih berat.
  4. Seseorang yang telah dibaptis sejak kecil boleh melihat kasih Allah yang memberikan janji-janji-Nya itu. Jika dalam pertumbuhannya dia mulai percaya, tetapi ada pergumulan dengan dosa-dosanya dan keragu-raguannya, maka dia mendapat topangan yang kuat oleh karena baptisan anak yang diterimanya. Karena Tuhan Allah telah berfirman kepadanya pada waktu masih kecil : “ Engkaulah anak-Ku ; Aku senantiasa akan membasuh dosa-dosamu dalam darah Kristus”. Oleh sebab itulah setiap orang percaya dapat mengangkat kepalanya.

H. Kesimpulan dan Penutup

Haruskah anak-anak kecil juga dibaptis ?
Jawab : Ya, harus. Mereka termasuk dalam perjanjian Allah dan dalam jemaat-Nya. Sama seperti orang-orang dewasa. Lagi pula, melalui darah Kristus dijanjikan kepada mereka, tidak kurang daripada orang dewasa menerima janji kelepasan dari dosa-dosa dan menerima karunia Roh Kudus yang bekerja menciptakan iman. Maka mereka pun perlu dimasukkan dalam Gereja Kristen dan dibedakan dari anak-anak orang tidak percaya, melalui Baptisan, sebagai tanda perjanjian itu, sebagaimana dalam Perjanjian Lama dilakukan melalui sunat, yang dalam Perjanjian Baru diganti dengan Baptisan.

DAFTAR PUSTAKA :

  1. “Pengajaran Agama Kristen : Katekismus Heidelberg” oleh : Zakharias Ursinus & Caspar Olevianus. ( PT. BPK Gunung Mulia Jl. Kwitang 22 Jakarta 1420 ).
  2. “Baptisan Anak” oleh : Drs. J.J. Schreuder. Penerbit LITINDO ( Momentum Christian Literature ).
  3. “ Baptisan Ulang Itu Dosa “ oleh : Pdt. Rudolf H. Pasaribu, S.Th. Penerbit PT. Atalya Rileni Sudeco Jakarta 2002.
  4. “Tafsiran Alkitab : Surat Roma” oleh Pdt. DR.Th. Van Den End. Cetakan ke-6- Jakarta : Gunung Mulia, 2008.
  5. “The New Bible Dictionary” Published by Inter-Varisty Press Leicester LEI 7GP, England ( Esiklopedia Alkitab Masa Kini)- Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF.

11 comments:

  1. orang kristen, gak ngakuin indahnya sunat. banyak yg sunat tapi bikin pernyataan nolak sunat. nggak sunat tu kotor, memang suka kotor. nggak ingin nikmatnya sunat, beda om dalam penampilan, beda pula nikmatnya bersenggama. kotoran kamu masukkan istrimu. payah-payah orang kristen

    ReplyDelete
    Replies
    1. Seluruh badan juga kalu nggak mandi ya kotor, bukan cuma kulup penis, bro

      Delete
  2. juga tuk dimasuin ke mulut tau......

    ReplyDelete
  3. juga tuk ditelan tau.....

    ReplyDelete
  4. Saya sudah membabtiskan anak saya saat berumur 7 tahun setelah dibabtis, keluarga saya dan anak saya menjadi dikuatkan dan kami dimenangkan dari gangguan setan-setan yang dulu sering mengganggu anak saya saat bayi. apalagi saat ini anak saya berumur 10 tahun sudah bisa mengusir setan sendiri kalau ada yang ganggu. Puji Tuhan setelah anak saya dibabtis, ia menjadi lebih pintar, lebih percaya diri dan yakin bahwa Tuhan selalu menyertainya. Banyak penglihatan yang dia ceritakan tentang pertemuannya denagn Tuhan Yesus. Padahal dulu saat masih balita anak saya kadang kesurupan, tapi sekarang semuanya sudah pergi, yang tinggal hanya damai dan ketenangan. Salam damai dan sejahtera karena Tuhan Yesus baik....
    Ah, sunat itu tidak perlu lagi, yang sunat itu kan karena kelaminnya nggak normal dan takut ukurannya kecil. Ah tidak perlu sekarang ini, kami percaya bahwa masalah kelamin itu hanya dipermasalahkan sama wanita genit. Saya mau wanita yang menjadi istri anak saya ya seperti saya yang tidak suka pikiran kotor, tetapi yang suka dengan kesucian dan kekudusan perkawinan. Wanita yang takut Tuhan dan Wanita Bijak.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Setuju sekali bro....

      Delete
    2. Amin...Puji Tuhan..Tuhan Yesus memberkati...GBU

      Delete
  5. mendingan loe bakar aja tuh injil..karena gak pernah loe amalkan.....kristen tolol

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sekali waktu, entah masih di dunia ini atau sudah di neraka, kamu akan menyesal telah menghina Tuhan yg Benar, Raja diatas segala raja & Tuhan di atas segala tuhan!!!!!

      Delete
  6. saran gue Injil jangan dibakar semua....karena nanti gak ada salinan lagi....atau mau dibuat versi baru kaliiii....beda dong sama Alquran....biar pun dibakar semua....pasti bisa ditulis lagi...soalnya bisa dihafal....dan penhafal Alquran ada ratusan ribu orang diseluruh dunia....kecian deh orang Kristen

    ReplyDelete
  7. Makna Penyerahan Anak:

    Menyerahkan sang anak kepada Allah agar mendapat pemeliharaan dari Allah
    Menyatakan kepada jemaat bahwa sang anak telah diserahkan kepada Allah.
    Menyatakan kepada jemaat bahwa sang anak telah menjadi anggota PERJANJIAN atau anggota kerajaan Allah atau anggota gereja

    Dasar Alkitabiah Penyerahan Anak:

    Dan ketika genap delapan hari dan Ia harus disunatkan, Ia diberi nama Yesus, yaitu nama yang disebut oleh malaikat sebelum Ia dikandung ibu-Nya. Lukas 2:21

    Dan ketika genap waktu pentahiran, menurut hukum Taurat Musa, mereka membawa Dia ke Yerusalem untuk menyerahkan-Nya kepada Tuhan, Lukas 2:22

    seperti ada tertulis dalam hukum Tuhan: "Semua anak laki-laki sulung harus dikuduskan bagi Allah", Lukas 2:23

    Ketiga ayat tersebutlah yang umumnya digunakan sebagai dasar Alkitabiah Penyerahan Anak. Bukankah tradisi SUNAT yang menjadi dasar Alkitabiah Penyerahan Anak? Di samping itu, ayat-ayat berikut ini pun digunakan sebagai dasar alkitabiah.

    Maka datanglah orang-orang membawa anak-anaknya yang kecil kepada Yesus, supaya Ia menjamah mereka. Melihat itu murid-murid-Nya memarahi orang-orang itu. Lukas 18:15

    Tetapi Yesus memanggil mereka dan berkata: "Biarkanlah anak-anak itu datang kepada-Ku, dan jangan kamu menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah. Lukas 18:16

    Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa tidak menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya." Lukas 18:17

    Penyerahan Anak VS Baptis Anak

    Apa perbedaan Penyerahan Anak dan Baptis Anak? Selain namanya nampaknya yang membedakan adalah air. Nah, siapa yang akan menulis blog untuk menjelaskan perbedaan Penyerahan Anak dan Baptis Anak?

    Kesimpulan

    Sungguh mengenaskan orang-orang yang MENENTANG Baptis anak justru MENGAGUNG-AGUNGKAN Penyerahan Anak. Padahal, samua DALIL Alkitab yang mereka gunakan untuk menyatakan baptis anak tidak Alkitabiah justru menyatakan Penyerahan Anak tidak alkitabiah.

    Penyerahan Anak dalam tradisi Yahudi adalah bagian dari tradisi SUNAT. Itu sebabnya dikenal dengan sebutan tradisi SUNAT. Penyerahan anak di dalam gereja modern adalah bagian dari Baptis Anak, itu sebabnya disebut BAPTIS ANAK.

    Menyerahkan anak kepada Allah tanpa membaptisnya ibarat menyerahkan anak yang belum di sunat kepada Allah di dalam tradisi Yahudi. Ketika anda menyerahkan anak kepada Allah, apa yang menjadi METERAI bagi anda? Ketika menyerahkan anak saya kepada Allah, BAPTIS menjadi METERAI-nya. Mana yang lebih ALKITABIAH dan mana yang lebih LOGIS?

    ReplyDelete