Tuesday, June 23, 2009

Kesaksian Seorang Ayah : " Lima Hari Bersama Anakku Timothy"


KESAKSIAN DAN PENGALAMAN PRIBADI SEORANG AYAH : “LIMA HARI BERSAMA ANAKKU, TIMOTHY


Hari Pertama, Sabtu, 8 April 2000



Suatu hal yang sangat kami nanti-nantikan selama ini akhirnya terwujud menjadi kenyataan. Isteri saya yang mengandung anak kedua kami memasuki masa persalinannya. Karena posisi bayi yang tidak sebagaimana mestinya, isteri saya harus menjalani operasi caesar, yang dijadwalkan dilaksanakan hari ini. Sebenarnya kami harus datang ke R.S. Husada pk. 06.00 pagi pada hari ini, tetapi empat jam sebelum itu ternyata ketuban isteri saya pecah, sehingga kami harus segera berangkat. Walaupun hal seperti ini pernah kami alami pada waktu menjelang kelahiran anak pertama, kami tetap merasa sedikit panik dibuatnya. Betapa tidak? Air ketuban yang dikeluarkan isteri saya banyak sekali dan kami jadi agak khawatir kalau-kalau proses persalinan harus segera dilakukan pagi subuh ini juga. Setelah ditangani oleh para suster jaga, proses persalinan ternyata masih bisa ditunda sampai waktu yang sudah disepakati untuk caesar, yaitu pk. 09.00 pagi. Saya merasa sangat lega, sehingga walaupun tidak terlalu pulas saya dapat meneruskan tidur di bangku-bangku yang ada di depan lift lantai lima Graha Husada.

Sekitar pk. 05.30 pagi saya bangun dan menghubungi mertua saya dengan ponsel (handphone). Karena keadaan masih dapat terkendali, maka saya putuskan untuk tidak menghubungi hingga pagi hari, agar mereka tidak menjadi khawatir. Ternyata sebelum saya menghubunginya, beliau sudah lebih dulu menelepon ke rumah dan menjadi sangat khawatir setelah diberitahu pembantu kami bahwa kami sudah berangkat ke rumah sakit sekitar pk. 02.00 pagi. Memang terkadang maksud baik bisa kurang pas hasilnya bila implementasinya kurang tepat waktu dan keadaan. Cuma dua yang saya rasa sangat perlu untuk dihubungi pagi itu. Yang pertama sudah, yang kedua adalah seorang ibu pendeta yang sudah sejak tahun 80-an saya kenal. Ketika itu saya masih aktif sebagai pengurus di Komisi Remaja. Beliau saya kenal sebagai figur yang sangat tegas, tapi juga sekaligus penuh perhatian. Beliau jugalah yang memberkati pernikahan kami hampir lima tahun yang lalu. Saya sebetulnya cuma mengharapkan dukungan doa dan ucapan yang menguatkan lewat telepon dari ibu pendeta, tapi ternyata Tuhan lebih mengerti apa yang saya butuhkan. Sekitar jam 8.00, ibu pendeta datang dan terus mendampingi kami. Saya mengira sesudah mendoakan isteri saya pada waktu mau masuk ruang operasi beliau akan pamit, tapi nyatanya tidak. Saya yakin bahwa Tuhan sudah membimbing ibu pendeta untuk terus berada bersama kami sampai operasi caesar selesai. Pada saat operasi berlangsung, datang pula kakak perempuan saya dan saudara-saudara dari isteri saya.

Menit demi menit berlalu, dan tidak pernah sama sekali terlintas di benak saya hal yang terjadi kemudian. Sekitar dua puluh menit sesudah pk. 09.00 pagi, beberapa suster beserta seorang dokter keluar menemui saya dengan membawa anak yang baru dilahirkan isteri saya. Sambil memperlihatkan anak saya yang baru lahir itu, dokter anak yang menanganinya memberitahukan saya akan kondisi fisik anak saya yang memiliki beberapa kelainan. Mama mertua saya menangis tersedu-sedu. Saya sedih dan kaget. Dokter juga bertanya kepada saya apakah anak yang lahir ini akan dirawat intensif atau seadanya saja. Tentu saja saya segera memutuskan untuk dirawat intensif, bagaimanapun keadaannya sekarang dan apapun resikonya nanti. Yang pertama-tama saya khawatirkan adalah bagaimana perasaan isteri saya bila dia mengetahui hal ini. Selagi isteri saya belum sadar dari operasi, anak kami dibawa ke tempat untuk merawat bayi prematur. Walaupun cukup umur, tapi karena beratnya yang hanya 1,8 kg dan panjang 40 cm, anak kami dikategorikan sebagai bayi prematur. Dokter kemudian mengatakan bahwa ari-ari yang menghubungkan anak kami dengan plasenta ibunya kecil sekali, sementara dekat tali pusat bayi ada pembengkakkan usus. Hal ini yang mengakibatkan fisik anak kami kecil sekali, yaitu karena makanan yang diterimanya jadi sedikit.

Memang Tuhan sudah menyiapkan segala yang terbaik. Ibu pendeta langsung menghibur serta menguatkan saya dan mengingatkan agar tetap tabah dan kuat, jangan saling menyalahkan dengan isteri dan tidak perlu bertanya MENGAPA, terlebih lagi menyalahkan Tuhan. Beliau juga mengingatkan saya agar juga menyiapkan diri untuk hal terburuk yang mungkin terjadi, yaitu apabila Tuhan mengambil kembali anak kami ini. Hati saya sangat menangis dan hancur waktu itu, walaupun tidak terlalu tampak pada raut wajah saya. Saat itu, walaupun gelombang duka melanda begitu keras, saya merasa Tuhan sedang membelai-belai kepala saya sambil menghibur dan menguatkan saya lewat keberadaan dan setiap perkataan dari ibu pendeta. Ada kekuatan yang lebih besar dari gelombang duka tersebut yang mengalir menghangatkan hati dan jiwa saya. Saya sadar bahwa sebagai manusia tidak ada yang dapat saya lakukan saat ini selain berserah sepenuhnya kepada Tuhan. Andaipun saya punya uang segudang saya tetap tidak dapat membeli kesehatan dan hidup bagi anak saya. Oke, sekarang saya cukup kuat untuk diri saya sendiri, tapi bagaimana dengan isteri saya? Oh Tuhan, berilah saya hikmat dan bijaksana dalam membicarakan hal ini dengan isteri saya. Beberapa saat setelah isteri saya sadar, saya menemaninya didorong ke kamarnya di 511-B. Isteri saya bertanya tentang keadaan anak kami. Saya pikir belum saatnya untuk berterus terang sepenuhnya, jadi saya cuma mengatakan bahwa anak kami secara fisik dikategorikan sebagai bayi prematur karena berat badannya yang kurang dan dirawat secara khusus, sehingga dalam beberapa hari ini belum bisa dibawa ke mamanya. Terlihat wajah yang agak penasaran dari isteri saya karena katanya dia belum melihat sama sekali anaknya ketika selesai operasi. Dia hanya mendengar percakapan antara para dokter yang mengatakan bahwa anaknya kecil. Dia juga mendengar tangisan bayi sejenak, tapi kemudian tidak sadarkan diri karena dokter membiusnya total. Saya berusaha untuk bisa terlihat gembira oleh isteri saya agar dia tidak menjadi khawatir. Ada saudara-saudara dan beberapa sahabat dekat yang datang dan mengucapkan selamat hari ini, tapi hanya dua orang sahabat dan dua orang saudara yang saya beritahu kondisi anak saya yang sebenarnya, dengan harapan mereka dapat mendukung saya dalam doa agar saya dapat lebih dikuatkan dalam menghadapi semuanya ini. Beberapa kali saya datang melihat anak saya yang tempat perawatannya cukup jauh dari tempat perawatan isteri saya. Timothy Gabriel, yang saya panggil Timmy, terbaring lemah di dalam inkubator, sementara saya hanya bisa melihatnya dari balik kaca ruang perawatan bayi prematur. Saya tidak dapat menahan air mata saya lagi saat itu. Saya merasa seperti anak kecil yang sedang mengadu kepada orangtuanya sambil menangis. Sayapun mengadukan perkara saya kepada Bapa saya yang di Sorga, dan saya yakin Dia mendengar segala keluhan dan tangisan saya. Hampir semua saudara datang untuk mengucapkan selamat kepada kami hari ini.

Ya ... hari ini adalah hari yang sangat melelahkan. Bukan cuma fisik saya yang lelah, tapi jiwa saya juga. Tetapi saya terus berharap pada kekuatan yang dari Tuhan dan memang Dia memberikan kekuatan itu kepada saya. Setelah semua tamu pulang, malam itu sebelum saya pun pulang, saya mengajak isteri saya berdoa. Dalam doa itu kami mengucap syukur atas Timmy, dan kami juga mendoakannya supaya kondisinya cepat normal kembali. Hari ini saya belum dapat menceritakan sepenuhnya pada isteri saya masalah anak kami, karena memang keadaan isteri saya belum memungkinkan untuk itu. Malam itu saya pulang ke rumah mertua saya dan tidur di sana.


Hari Kedua, Minggu, 9 April 2000


Pagi-pagi saya bangun dan segera pergi ke gereja untuk mengikuti kebaktian pertama. Firman Tuhan pagi itu benar-benar menguatkan saya karena sangat relevan dengan situasi yang sedang saya hadapi. Pendeta Iwan mengatakan, mudah bagi kita untuk memberikan sekadarnya atau menurut kerelaan kita, tapi amat sangat sangat sulit bila kita harus memberikan yang terbaik bagi Tuhan atau sesama kita. Dan itulah yang Tuhan sudah berikan pada kita, Yang Terbaik, yaitu Putra Tunggal-Nya sendiri, Yesus Kristus. Apakah kita rela, jika saat ini kita diminta untuk memberikan yang terbaik bagi Tuhan? Apakah kita bisa berkata seperti Ayub berkata, "Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil. Terpujilah nama Tuhan!"? Sekaget terkena setrum saya mendengar pertanyaan itu. Seolah secara langsung Tuhan menanyakan hal itu pada saya. Saya menundukkan tubuh dan jiwa saya untuk merendahkan diri di hadapan Tuhan saat itu, dan saya katakan, "Tuhan, Engkau tahu yang terbaik untuk saya dan bagi keluarga saya, juga bagi anak saya, Timmy yang baru lahir. Biarlah kehendak Tuhan yang terjadi dan terima kasih ya Tuhan, karena telah mengingatkan saya agar saya siap sedia dan rela atas hal terburuk apapun yang akan terjadi karena saya percaya, Tuhan akan selalu menuntun dan memberi saya kekuatan untuk menghadapi semuanya."

Ketika kemarin ibu pendeta mengingatkan saya untuk menyiapkan diri bila Tuhan ingin mengambil kembali anak saya, saya belum bisa menerima hal tersebut, tapi saat ini, walaupun dengan sangat berat dan hancur hati, saya merelakan Timmy untuk pulang kembali kepada Bapa di Sorga. Setelah dari gereja saya mengantar-jemput anak pertama saya ke sekolah minggu. Inilah kesulitan saya yang berikutnya. Begitu berat rasa hati ini karena belum dapat berterus terang pada anak pertama saya, bagaimana kondisi adiknya. Saya menjanjikan anak pertama saya untuk langsung menjenguk mamanya di rumah sakit sepulang sekolah minggu. Dia senang sekali dan mengatakan mau melihat 'dede'-nya. Saya tidak bisa bilang apa-apa selain mengiyakan anak saya itu, padahal dalam hati saya menangis mendengarnya. Setiba di rumah sakit, sudah ada seorang sahabat dekat saya bersama isterinya datang menjenguk. Walaupun kondisi sahabat saya ini masih kurang baik karena sekitar bulan lalu terkena stroke, tapi dia tetap meluangkan waktunya untuk memberi selamat pada kami. Kami sungguh bersyukur punya sahabat yang begitu memperhatikan. Saya tidak mau merepotkan sahabat saya lebih banyak lagi, sehingga saya tidak memberitahukannya tentang keadaan anak kami. Anak pertama saya penasaran dan terus menanyakan keadaan adiknya. Saya beritahu bahwa adiknya belum boleh dibesuk, karena kondisinya belum sehat. Untunglah dia punya cukup pengertian, sehingga saya tidak terlalu bersusah hati menjelaskan. Sepanjang hari ini saya lebih mengorientasikan waktu yang ada untuk melihat Timmy. Beberapa kali saya menengok Timmy. Saya lihat kesehatannya hari ini lebih baik dari kemarin. Napasnya jauh lebih teratur dan dia bisa tidur dengan pulas. Ah Tuhan, bila Kau ijinkan Timmy bertahan, sembuhkanlah dia secara total karena kasihan sekali bila si kecil ini harus menanggung derita sakit penyakit berlarut-larut. Begitu inginnya saya memeluk serta menggendong anak saya itu, pasti lebih lagi isteri saya. Kasihan dia, hari ini tetangga sebelah ranjangnya sudah mulai diberikan anaknya untuk disusui sedangkan dia hanya melihatnya saja. Tidak banyak tamu yang datang hari ini, sehingga banyak kesempatan saya untuk bisa bercakap-cakap dengan isteri saya. Hari ini dia belum bisa buang gas, jadi masih belum boleh makan dan minum, infusnya juga belum dicabut. Karena kondisi kesehatannya belum stabil itulah, saya rasa belum waktunya untuk membicarakan masalah anak kami kepadanya.


Hari Ketiga, Senin 10 April 2000


Hari ini saya senang sekali melihat perkembangan kesehatan isteri saya. Dia sudah bisa buang gas, tapi para suster belum memperbolehkan dia melepas infus dulu. Satu botol infus yang sedang dipakai harus dihabiskan dulu, baru infus dapat dicabut. Sejak dari hari Sabtu hingga sekarang, isteri saya cuma minum air beberapa tetes saja hanya untuk membasahi bibir dan kerongkongan. Dia begitu senang karena sudah normal kembali boleh makan dan minum. Air susu isteri saya juga sudah mulai keluar, karena itu tiap beberapa jam dia juga mulai disibukkan memerasnya untuk disimpan di botol dan diserahkan ke suster agar dikirim ke tempat perawatan Timmy. Karena infus belum dicabut dan juga saya lihat dia masih kesakitan bekas operasinya, saya urungkan niat untuk memberitahu isteri tentang keadaan anak kami. Saya lihat hari ini Timmy buang air kecil, wah ... seperti air mancur. Maklum anak lelaki. Senang juga melihatnya, tapi saya juga melihat kondisi anak saya menurun hari ini. Napasnya agak tersengal dan tidurnya pun agak gelisah. Bilirubin anak saya juga tinggi hari ini, sehingga dia mulai disinar. Tubuhnya yang masih sangat kecil itu belum juga bertambah beratnya hingga hari ini. Beberapa kali saya menengok anak saya. Ada suster jaga yang baik, dan ada yang agak judes karena mungkin merasa agak terganggu oleh saya yang sering bolak-balik ke tempat itu. Melihat perkembangan kesehatan anak saya yang bukannya positif tapi malah negatif, saya hanya dapat mendoakannya. Saya tetap yakin bahwa Tuhan tahu yang terbaik, dan Ia juga bekerja dalam segala perkara untuk mendatangkan kebaikan bagi saya. Saya tidak berharap banyak untuk dapat mengetahui rencana Tuhan, tapi saya sungguh mengharapkan dapat dikuatkan dan menerima apapun yang Tuhan rancangkan dalam hidup saya dan apapun itu, pasti bukan rancangan yang buruk atau rancangan kecelakaan. Saya juga berharap besok bisa memberitahu isteri saya akan keadaan anak kami ini dan meminta hikmat dari Tuhan agar dapat memberitahukannya dengan bijak dan dapat pula menguatkan isteri saya.


Hari Keempat, Selasa 11 April 2000


Hari yang ditunggu-tunggu untuk memberitahukan keadaan Timmy pada isteri saya tiba. Saya sangat menghawatirkan isteri saya, takut kalau-kalau ia terguncang dan sangat sedih sehingga membuat kesehatannya terganggu. Saya mula-mula bingung harus mulai dari mana dan kapan saat yang tepat untuk membicarakannya. Tapi sungguh, Tuhan menolong dan menyiapkan segalanya. Pada sore hari sekitar pk. 16.30 saya punya kesempatan berdua dengan isteri. Saat itu tetangga sebelah kiri isteri saya sudah pulang tadi pagi, sedangkan yang sebelah kanan sedang mandi. Mama mertua saya sedang turun membeli sesuatu. Sebelum mulai berbicara, saya berdoa dalam hati, "Ya Tuhan Yesus, tolonglah saya!" Isteri saya menangis mendengar cerita saya tentang Timmy, tapi dia sungguh adalah isteri yang sangat tabah hati. Saya katakan, besok pagi kita semua akan menengok keadaan Timmy, juga anak pertama kami boleh melihat adiknya yang belum pernah dilihatnya selama ini. Saya sangat bersyukur karena hari ini kami sebagai suami-isteri sudah bisa berbagi dalam mengatasi masalah keluarga dan dengan kekuatan dari Tuhan, kami sanggup mengatasinya. Saya sungguh lega karena beban yang saya pikul sendiri sejak dari hari Sabtu yang lalu, akhirnya dapat kami share bersama. Setelah itu, bersama kami membawanya di dalam doa, dan menyerahkannya pada Tuhan Yesus yang kami yakin mengerti apa yang terbaik bagi kami semua.


Hari Kelima, Rabu 12 April 2000


Hari ini sesuai dengan rencana, saya mengajak isteri dan anak pertama saya untuk melihat keadaan Timmy. Kami menjenguknya setelah waktu besuk pagi sudah berakhir agar tidak terlalu menyolok perhatian orang-orang lain yang juga membesuk. Saya mendorong isteri saya yang duduk di kursi roda, karena memang tempat perawatan Timmy yang agak jauh dan isteri saya juga baru bisa berjalan perlahan-lahan sekali. Anak pertama saya sangat senang sekali membantu mendorong mamanya. Dalam hati, saya terus berdoa agar Tuhan menolong isteri saya, supaya dia bisa kuat dan tabah dalam menghadapi semua ini. Saya sadar, pasti isteri saya sangat prihatin dengan kondisi Timmy dan sangat ingin untuk menggendong dan memeluk anak yang baru saja dilahirkannya itu. Saya meminta kekuatan dari Tuhan agar saya dapat dikuatkan dan juga membantu menguatkan isteri saya, yang saat ini pasti sangat lemah baik secara fisik maupun mental. Saya pun berdoa terus agar Tuhan menjadikan isteri saya kuat dan sanggup bertahan di badai yang sedang melanda keluarga kami ini. Saya yakin, saat itu juga Tuhan menjawab doa saya dan meluluskan permintaan saya, karena saya dapat langsung melihat dan merasakan ketabahan isteri saya yang sungguh di luar perkiraan saya saat itu. Dia hanya sedikit menitikkan air mata, dan cepat-cepat menghapusnya agar tidak membingungkan anak pertama kami. Anak pertama kami belum dapat memahami kondisi adiknya, jadi dia tidak banyak bertanya. Terima kasih ya Tuhan, atas segala kebaikan-Mu. Sekitar setengah jam lebih kami berada di tempat itu, kemudian kami kembali ke tempat perawatan isteri saya. Tidak lama kemudian anak pertama kami pulang bersama saudara isteri saya. Setelah makan siang, isteri saya memompa air susunya dan saya membawanya ke tempat Timmy. Saya sangat terkejut melihat kondisi Timmy yang sangat merosot bila dibandingkan dengan tadi pagi. Napasnya sangat susah dan diapun menangis di sela-sela desahan napasnya yang sulit itu. Saya sangat sedih melihat hal itu, tapi tidak ada yang dapat saya lakukan untuk membantu. Hanya doa yang dapat saya naikkan pada Tuhan, karena Dia adalah Allah yang bukan hanya mengerti tapi juga Allah yang peduli. Saya berlari kembali ke tempat perawatan isteri saya, dan membicarakan kondisi Timmy padanya. Isteri saya menangis, tapi tidak berlama-lama. Saya minta dia mendoakan anak kami dan saya segera kembali ke tempat Timmy. Saya terus mendampingi anak saya dari sejak saat itu. Saya diijinkan untuk memasukkan tangan saya ke kotak inkubator anak saya. Baru saat itulah saya dapat menjamah anak saya sejak dia dilahirkan empat hari yang lalu.

Siang itu, dokter anak saya datang dan saya berkonsultasi dengannya. Dokter memeriksa kondisi anak saya dan mengatakan bahwa agak sulit bagi anak saya untuk bisa bertahan. Setelah dokter pergi, saya hanya bisa menangis, berdoa dan menyanyi pada saat itu. Saya menangis bukan karena menyesalkan semua ini, tapi saya minta Tuhan mengasihani anak saya agar dia tidak menderita berlarut-larut. Saya berdoa, bila memang Tuhan mau sembuhkan anak saya biarlah Timmy bisa sembuh total, tapi kalaupun rencana Tuhan lain biarlah penderitaannya tidak berkepanjangan. Saya juga menyanyikan lagu-lagu yang dapat menguatkan, menghibur dan agar saya dapat lebih berserah bersandar pada kekuatan Tuhan. Dari sekitar banyak lagu-lagu yang saya nyanyikan, ada dua yang sangat berkesan dan sangat menguatkan saya, yaitu:


1. Mataku Tertuju Pada-Mu

Kata-katanya adalah:

Mataku tertuju pada-Mu, seg'nap hidupku kus'rahkan pada-Mu

Bimbing aku masuk rencana-Mu, 'tuk membesarkan kerajaan-Mu

'Ku mau mengikuti kehendak-Mungkin, ya Bapa,

'ku mau s'lalu menyenangkan hati-Mu

2. Bapa Surgawi

Kata-katanya adalah:

Bapa Surgawi, ajarku mengenal betapa dalamnya kasih-Mu

Bapa Surgawi, buatku mengerti betapa kasih-Mu padaku

Semua yang terjadi di dalam hidupku, ajarku menyadari Kau selalu sertaku.

B'ri hatiku s'lalu bersyukur pada-Mu, kar'na rencana-Mu indah bagiku.


Sampai sekitar pk. 17.00 sore saya terus menangis, berdoa dan menyanyi. Saya melihat anak saya sudah lebih tenang dan dapat tidur dengan pulas. Napasnya sudah lebih teratur, dan dia sudah tidak menangis lagi. Saya bersyukur pada Tuhan dan memasrahkan anak saya ini pada-Nya. Melihat keadaan yang membaik, ibu suster jaga juga senang, dan dia menganjurkan saya untuk melihat kondisi isteri saya sambil meyakinkan saya bahwa anak saya pasti akan dijaganya dengan baik. Saya sudah lebih tenang ketika saya meninggalkan anak saya untuk melihat keadaan isteri saya. Waktu bertemu dengan isteri saya, saya menceritakan kondisi anak saya dan juga mengatakan apa yang dokter katakan pada saya, bahwa kemungkinan untuk Timmy bertahan sangat kecil. Organ tubuhnya di bagian dalam sudah banyak kelainan dan komplikasi. Isteri saya, walaupun sangat sedih, pada akhirnya dapat memasrahkan Timmy pada Tuhan. Hanya beberapa saat setelah dia menyatakan penyerahannya pada Tuhan atas diri Timmy, suster memanggil saya untuk segera ke tempat perawatan anak saya itu. Sesegera mungkin saya berlari. Ketika saya tiba, saya langsung menghampiri anak saya. Saya berkata padanya, "Timmy, ini papa. Pulanglah ke rumah Bapa yang di Sorga. Papa dan mama sudah merelakanmu. Selamat jalan, Sayang." Masih ada dua kali Timmy menarik dan menghembuskan napasnya, untuk kemudian diam selama-lamanya. Mata saya hanya sedikit berkaca-kaca. Tidak banyak lagi air mata yang tersisa, karena memang sudah sangat banyak yang terbuang sejak siang tadi. Walaupun demikian, ada kelegaan yang Tuhan berikan di tengah badai duka yang sangat hebat melanda saat itu. Seolah saya dapat merasakan seperti yang Timmy rasakan, yaitu fisik yang sangat terasa sakit kemudian tidak lagi terasa sakit, bahkan terasa sangat ringan dan nyaman. Terima kasih Tuhan, walaupun saya sangat berduka tapi Tuhan sudah mengangkat segala kesakitan dan penderitaan anak saya. Saya juga sangat yakin, bahwa Timmy saat ini juga sudah bersama-sama dengan Bapa yang di Sorga.


Penutup


Lima hari bersama Timmy mengajarkan pada saya banyak hal. Hal pembaharuan penyerahan diri saya kepada Tuhan. Hal untuk menyadari bahwa Tuhan selalu ada dan memberi kekuatan pada saat kita membutuhkan. Hal bahwa Tuhan itu sangat baik. Hal bahwa seharusnya kita dapat berkata seperti Ayub berkata "Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil. Terpujilah nama Tuhan!". Hal bahwa bila kita sepenuhnya berserah pada Tuhan, kita akan menerima limpahan kekuatan dan kecukupan untuk dapat menanggung segala perkara yang harus kita tanggung, seburuk apapun perkara itu. Saya sangat bersyukur karena Tuhan sudah mengabulkan semua kerinduan saya untuk bisa lebih mengenal dan mengerti kasih Tuhan, serta menyadari rencana Tuhan yang indah bagi saya, seperti lagu Bapa Surgawi yang sering saya nyanyikan. Saya tuliskan semua yang saya alami dan rasakan ini, supaya bila suatu saat saya lupa atau merasa sulit untuk bersyukur kepada Tuhan, saya dapat membacanya, sehingga kembali diingatkan akan kebaikan-Nya dan dapat bersyukur pada-Nya selalu, apapun yang terjadi. Saya juga berharap tulisan ini dapat menjadi berkat bagi semua yang membacanya.

SEGALA PUJI, HORMAT DAN SYUKUR ADALAH HANYA BAGI TUHAN SELAMA-LAMANYA. Amin.


Note:


Tulisan ini disampaikan oleh Sdr. Tjiong Kim Gwat (M'ben) kepada saya untuk sharing dan boleh disebar-luaskan untuk bahan kesaksian. Sdr. Tjiong Kim Gwat adalah aktivis, koordinator Vocal Group kami di GKI Samanhudi dan telah melayani sejak lebih 25 tahun yang lalu. Terima kasih buat semua pembaca, semoga menjadi berkat yang juga menguatkan disaat kita mengalami hari-hari yang sulit.

Saturday, June 20, 2009

Pujilah TUHAN, Hai Jiwaku !


PUJILAH TUHAN, HAI JIWAKU !

( Mamur 103 )

Dari Daud


103:1 Dari Daud. Pujilah TUHAN, hai jiwaku! Pujilah nama-Nya yang kudus, hai segenap batinku!


103:2 Pujilah TUHAN, hai jiwaku, dan janganlah lupakan segala kebaikan-Nya!


103:3 Dia yang mengampuni segala kesalahanmu, yang menyembuhkan segala penyakitmu,


103:4 Dia yang menebus hidupmu dari lobang kubur, yang memahkotai engkau dengan kasih setia dan rahmat,


103:5 Dia yang memuaskan hasratmu dengan kebaikan, sehingga masa mudamu menjadi baru seperti pada burung rajawali.


103:6 TUHAN menjalankan keadilan dan hukum bagi segala orang yang diperas.


103:7 Ia telah memperkenalkan jalan-jalan-Nya kepada Musa, perbuatan-perbuatan-Nya kepada orang Israel.


103:8 TUHAN adalah penyayang dan pengasih, panjang sabar dan berlimpah kasih setia.


103:9 Tidak selalu Ia menuntut, dan tidak untuk selama-lamanya Ia mendendam.


103:10 Tidak dilakukan-Nya kepada kita setimpal dengan dosa kita, dan tidak dibalas-Nya kepada kita setimpal dengan kesalahan kita,


103:11 tetapi setinggi langit di atas bumi, demikian besarnya kasih setia-Nya atas orang-orang yang takut akan Dia;


103:12 sejauh timur dari barat, demikian dijauhkan-Nya dari pada kita pelanggaran kita.


103:13 Seperti bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian TUHAN sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia.


103:14 Sebab Dia sendiri tahu apa kita, Dia ingat, bahwa kita ini debu.


103:15 Adapun manusia, hari-harinya seperti rumput, seperti bunga di padang demikianlah ia berbunga;


103:16 apabila angin melintasinya, maka tidak ada lagi ia, dan tempatnya tidak mengenalnya lagi.


103:17 Tetapi kasih setia TUHAN dari selama-lamanya sampai selama-lamanya atas orang-orang yang takut akan Dia, dan keadilan-Nya bagi anak cucu,


103:18 bagi orang-orang yang berpegang pada perjanjian-Nya dan yang ingat untuk melakukan titah-Nya.


103:19 TUHAN sudah menegakkan takhta-Nya di sorga dan kerajaan-Nya berkuasa atas segala sesuatu.


103:20 Pujilah TUHAN, hai malaikat-malaikat-Nya, hai pahlawan-pahlawan perkasa yang melaksanakan firman-Nya dengan mendengarkan suara firman-Nya.


103:21 Pujilah TUHAN, hai segala tentara-Nya, hai pejabat-pejabat-Nya yang melakukan kehendak-Nya.


103:22 Pujilah TUHAN, hai segala buatan-Nya, di segala tempat kekuasaan-Nya! Pujilah TUHAN, hai jiwaku!


Sunday, June 14, 2009

Taurat Dan Injil


"TAURAT DAN INJIL"

“Jadi bagaimana? Adakah kita mempunyai kelebihan dari pada orang lain? Sama sekali tidak. Sebab di atas telah kita tuduh baik orang Yahudi, maupun orang Yunani, bahwa mereka semua ada di bawah kuasa dosa, seperti ada tertulis: "Tidak ada yang benar, seorang pun tidak. Tidak ada seorang pun yang berakal budi, tidak ada seorang pun yang mencari Allah. Semua orang telah menyeleweng, mereka semua tidak berguna, tidak ada yang berbuat baik, seorang pun tidak. Kerongkongan mereka seperti kubur yang ternganga, lidah mereka merayu-rayu, bibir mereka mengandung bisa. Mulut mereka penuh dengan sumpah serapah, kaki mereka cepat untuk menumpahkan darah. Keruntuhan dan kebinasaan mereka tinggalkan di jalan mereka, dan jalan damai tidak mereka kenal; rasa takut kepada Allah tidak ada pada orang itu." Tetapi kita tahu, bahwa segala sesuatu yang tercantum dalam Kitab Taurat ditujukan kepada mereka yang hidup di bawah hukum Taurat, supaya tersumbat setiap mulut dan seluruh dunia jatuh ke bawah hukuman Allah. Sebab tidak seorang pun yang dapat dibenarkan di hadapan Allah oleh karena melakukan hukum Taurat, karena justru oleh hukum Taurat orang mengenal dosa” ( Roma 3:9-20 )



Tidak ada seorang pun yang dapat menyatakan diri benar di hadapan Allah. Bukan berarti bahwa manusia tidak pernah melakukan yang benar. Namun kebenaran yang dilakukan manusia berdosa tidak dapat meraih perkenan Allah. Rasul Paulus menegaskan berulang-ulang bahwa semua orang telah berdosa ( Roma 3:10-12 ). Perhatikan pengulangan kata “tidak ada dan “semua”, dimana sampai lima kali terulang “tidak ada”, dan “semua” disela dua kali, yang menegaskan bahwa semua orang telah tercemar dosa.Dengan demikian Paulus sekali lagi menekankan kefasikan seluruh umat manusia (Bdk Roma 3:9). Bukan saja secara umum, tetapi secara individu juga. Paulus juga menggambarkan bahwa dari ujung rambut sampai ujung kaki manusia penuh dosa (Roma 3:13-15).Mulai dari kerongkongan, lidah, bibir,mulut, sampai kaki. Hati yang dicemari dosa ternyata mempengaruhi seluruh anggota tubuh manusia hingga tercemar juga. Ini memperlihatkan bahwa manusia , sebagai individu, juga berdosa dan tidak dapat menyatakan diri layak berhadapan dengan Allah. Tak hanya sampai disitu. Gambaran keberdosaan manusia itu dilanjutkan Paulus dalam Roma 3:16-18, dengan klimaks ketiadaan rasa takut akan Allah (Roma 3:18).
Taurat yang dibanggakan oleh orang Yahudi pun ternyata tidak membuat mereka hidup benar. Taurat sebagai standar kebenaran justru memperlihatkan bahwa tak satu orang pun yang dapat memenuhi Hukum Taurat secara sempurna sehingga dapat disebut benar dihadapan Allah. Alkitab menyaksikan melalui Rasul Paulus, bahwa hukum Taurat gagal dan memberikan jalan buntu untuk menyelamatkan dan memberikan hidup kekal kepada umat manusia karena ketidakberdayaan daging. Hukum Taurat berperan ganda, dimana disatu sisi hukum Taurat adalah baik, rohani dan kudus. Tetapi oleh karena manusia yang sudah berdosa dan ketidakberdayaan daging, kehadiran hukum Taurat justru menyuburkan dosa (menjadi sekutu dosa) laksana api yang diberikan Oksigen ( Bdk Roma 3:20).
Bila begitu sulit menjalankan hidup yang berkenan di mata Allah, bagaimana manusia dapat lepas dari kebinasaan kekal ? Hanya dengan Injil ! Ya, hanya Injillah yang diperlukan oleh orang berdosa yang hidup di bawah murka Allah agar dapat mencapai jalan menuju Allah. Bila Taurat memperlihatkan kegagalan manusia mencapai standar kebenaran Allah, maka Injil memberi jalan kepada kasih karunia Allah melalui Yesus Kristus.

Rasul Paulus menyatakan 2 hal mengenai Injil :

  1. Injil adalah “ kabar baik” tentang kemuliaan dan rahmat Allah yang inti isi beritanya adalah “ pertobatan,pengampunan dosa dan hidup yang kekal di dalam Tuhan Yesus Kristus”.Allah telah menyerahkan Yesus karena pelanggaran kita, dan membangkitkan Dia karena pembenaran kita ( Roma 4:25).Dengan demikian Tuhan telah mengalahkan kuasa dosa dan maut, dan membukakkan kita jalan menuju kehidupan baru (Roma 8:1-4). Karena itu, kita memperoleh pengampunan dosa ( Kol 1:13), kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah ( Roma 5:1), dan kita bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah ( Roma 5:2)

  1. Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan. Injil mengandung kekuatan Ilahi. Sebab Injil adalah Firman Allah. Kalau yang berbicara ialah Allah Yang Maha Kuasa, Firman-Nya mempunyai kekuatan. Firman itu berkumandang lalu terciptalah apa yang sebelumnya tidak ada ( Kej 1:3). Firman yang keluar dari mulut Tuhan Allah tidak akan kembali kepada-Nya dengan sia-sia, tetapi akan melaksanakan apa yang dikehendaki-Nya ( Yer 23:29, Yes 55:11, Bdk Roma 4:21). Firman Tuhan tetap untuk selama-lamanya ( Yes 40:8). Sebab Tuhan sendiri yang menjamin pelaksanaannya.

Hanya dengan iman kepada Kristus, manusia beroleh kasih karunia Allah yang memungkinkan dia dibenarkan dan beroleh hidup yang kekal. Maka tiada jalan lain selain percaya dan menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat ( Bdk. Yoh 3:16, Yoh 1:12, Efesus 2:8-9, Titus 3:4-7 ) . Bagikan juga berita sukacita ini agar orang lain beroleh kasih karunia yang ajaib itu.

Soli Deo Gloria

Kesaksian "Buddhist (Budha) "Wang Ching Tao" Masuk Kristen : " Tiga Puluh Satu Lawan Satu"



KESAKSIAN “BUDDHIST (BUDHA) “ Wang Ching Tao “
MASUK KRISTEN : “ TIGA PULUH SATU LAWAN SATU

( Diceritakan oleh : Pdt. I.M. Nordmo, Pemberita Injil di Tiongkok Utara)
Si cantik Wang Ching Tao hidupnya sangat berbahagia, ia anak dari seorang petani yang kaya. Lalu ia menikah dengan seorang pemuda yang kaya-raya dan tampan. Keduanya saling mengasihi dan saling membagikan kebahagiaan, benar-benar pasangan yang serasi.
Dari tahun ketahun mereka benar-benar dapat menikmati kebahagiaan bersama, namun nampaknya kebahagiaan ini tak boleh berlangsung terlalu lama. Serangan penyakit melanda Wang, dan sakit Wang bukanlah suatu penyakit yang mudah diobati, melainkan suatu penyakit yang sulit diobati. Seisi rumah berdukacita untuk malapetaka yang menimpa kedua sejoli itu.
Dari dokter sampai ke dukun-dukun terkenal malah sampai ke nujum mereka berusaha mencarikan obat untuk penyembuhan penyakit Wang, namun nampaknya usaha mereka tetap sia-sia. Tak ada perubahan apa-apa yang terjadi dalam diri nyonya muda ini. Sedang kondisi Wang sendiri makin hari makin lemah, seolah-olah tidak ada harapan lagi untuk kesembuhan tubuhnya. Oleh karena itu seorang Biku Budha mendatangi keluarga Wang, dan ketika melihat penyakit Wang semakin parah ia menganjurkan agar Wang semakin menjauhkan diri dari kesukaan dunia, bertarak daging serta menjalankan pelajaran sang Budha dengan benar-benar. Petani yang masih muda ini kini telah kehilangan akal, apapun yang terasa baik ia jalankan menurut keyakinan batinnya juga termasuk usul dari Biku tersebut. Apa saja yang dianggap baik asalkan istrinya yang sangat ia cintai mendapatkan kesembuhan, ia rela menjalankannya.
Maka mulailah istrinya menjalankan kebatinan, sedikit demi sedikit ia masuk ke dalam filsafat agama Budha dan menghampakan diri dari segala keinginan duniawi, bertarak makan terutama daging. Jarang sekali orang mengerti hal Nirwana dan karma yang berbelit-belit itu, namun dalam waktu yang singkat Wang dapat memahaminya. Sedikit demi sedikit ilmunya mulai berkembang sampai pada akhir kalinya iapun harus memutuskan hubungannya dengan suaminya tercinta serta anak-anaknya. Ia ingin menyerahkan diri sepenuhnaya pada sang Budha. Betapa sedih suami dan anak-anaknya ketika Wang mengambil keputusan semacam itu, berarti mereka tidak lagi dapat berkumpul seperti waktu-waktu sebelumnya. Tak jauh dari rumahnya didirikan pura kecil, sebuah gedung baru khusus didirikan bagi sang Budha. Di tengah-tengah pura itulah didirikan patung dewa-dewa. Sedang patung patung lainnya membentuk lingkaran disekeliling ruangan itu, dan sebuah bilik kecil khusus bagi Wang sendiri. Di situlah ia menjalankan pertapaannya. Dalam bilik itu ada kang yang rendah dan sebuah meja kecil terbuat dari kayu. Sebuah kursi tak bercat semuanya berada dekat dinding sebelah utara, di meja kecil itu ada mangkuk tempat kemenyan.
Ketika semuanya telah siap, mulailah wanita itu menjalankan semedinya kurang lebih selama 10 tahun. Inilah permulaan hidup baru bagi Wang. Satu masa yang dipenuhi dengan perjuangan batin secara berturut-turut. Setiap kali ia menerima tantangan yang hebat, ia yakin ia dapat mengatasi atas bantuan roh sang Budha. Jiwanya terasa sangat lelah,berulangkali ia mengalami stres semacam itu. Segala keinginan hatinya ditekan sampai ia dapat mencapai tujuan yang hebat dan melakukan hal yang luar biasa. Dari tahun ketahun ia duduk bersila diatas kang, dan untuk pertama kalinya ia harus melayani diri sendiri, dalam pembakaran kemenyan, dan menaruh kemenyan ke meja kecil dalam puranya itu dan lain sebagainya.
Setelah beberapa waktu ia menjalankan sendiri, tak beberapa lama kemudian pura kecil itu ternyata bertambah penghuninya. Beberapa orang berkunjung ke Pura kecil itu, lalu beberapa di antara wanita-wanita itu akhirnya mengabdikan diri menjadi murid Wang. Wanita-wanita ini sangat mendambakan kesucian dan kehidupan secara hampa untuk mencapai Nirwana seperti halnya Wang sendiri. Wang mendapat julukan Chy yang suci karena pertapaanya telah mengundang perhatian banyak orang, mereka menyaksikan sendiri betapa khusuknya Chy dalam pertapaannya. Selain julukan di atas ia juga dianggap pimpinan yang keramat, bahkan pura itupun dianggap pura keramat. Kini tugasnya membakar kemenyan dan menyajikannya di meja pura dilaksanakan oleh murid-muridnya. Chy sendiri lebih khusuk bersila dalam pertapaannya dan memberikan filasafat kepada murid-muridnya. Dua puluh tahun lamanya ia bertapa semacam itu tanpa berbaring sedikitpun. Inilah cara untuk mendapatkan derajat yang tinggi, daging dan lemak tak pernah terselit di antara giginya malah telur ia pantang. Menurut dia makin banyak pantangan makin dekatlah ia pada sang Budha. Caranya ia menyiksa diri, benar-benar sangat menakjubkan. Dari 20 tahun. 17 tahun ia duduk bersila tanpa berbaring tidur sekejabpun. Orang datang dari mana-mana berjiarah ke pura keramat itu. Kemasyuran tersebar diberbagai wilayah, bahkan dari Propinsi ke Propinsi. Nampaknya masyarakat bangga punya orang suci semacam dia.
Saat yang bersamaan Injil pun berkembang ke wilayah Barat yaitu desa Kao Kia Chy kurang lebih 2,5 mil jauhnya dari rumah Wang. Banyak orang menerima ajaran baru dan membakar berhalanya serta menerima Kristus. Diantaranya ada beberapa cucu Wang sendiri. Mereka inilah yang kemudian membawa berita Injil ke rumah keluarga Wang. Kebaktian terus-menerus diadakan, lebih hari lebih banyak yang diselamatkan, orang-orang sakit disembuhkan, dan yang baru sama sekali dibimbing melangkah menuju iman yang baru. Cerita perkembangan Injil inipun sampai ke keluarga Wang.
Kurang lebih dua setengah tahun saat Injil diberitakan di daerah Wang, tiba-tiba Wang terserang sakit yang keras, tujuh hari tujuh malam ia berbaring seperti mayat. Kalau saja ia tidak sedang menggenggam sebuah cermin pastilah ia disangka telah mati, dan pastilah upacara secara besar-besaran diadakan untuk menghormati jenazahnya, seperti baiasa dilakukan upacara kematian terhadap orang-orang suci yang telah tiada, upacara air dan angin dan upacara keramat tertentu. Para imam dan murid-murid Wang berkumpul di depan pura kecil dekat bilik Wang, mereka membunyikan genta dan bunyi-bunyian lainnya sambil menghafal mantera. Dan beberapa kertas sembahyang di bakar untuk melunasi hutang yang telah mati atas perintah Yeh Wang ( si Raja Maut).
Inilah yang menentukan siksaan yang harus dijalankan oleh si mati, setelah siksaan selesai barulah manusia dapat menjalani hidup barunya. Namun pada hari ke tujuh tiba-tiba Wang bangkit lagi. Betapa gembiranya murid-murid Wang melihat guru yang dicintai hidup kembali. Mereka menganggap hutang telah terbayar dan telah terlunasi. Bagi Wang sendiri timbul keragu-raguan apa lagi ketika ia merasakan sakit sekali di bagian paha kanannya. “Barang kali pahamu diambil oleh Yeh Wang Chy”, kata para pemuka Budha. Pemujaan yang sangat membosankan terpaksa harus diulangi sekali lagi. Ia harus dengan semangat baru. Kertas-kertas sembahyang diletakkan dalam mangkuk sembahyang sebagi kurban sehingga apinya membumbung keseluruh ruangan. Matera-mantera diucapkan agar hutangnya cepat lunas. Dalam ucapan itu banyak biku Budha yang dirasuk roh-roh setan, mereka lalu mengadakan hubungan dengan dunia roh, udara menjadi pengap oleh bau dupa dan kertas sembahyang.

Penyakit Chy bukannya sembuh malah menjadi-jadi. Para Biku minta nasehat dewa-dewa. Dukun-dukun Prewangan yang telah siuman menyampaikan pesan dewa-dewa. Semua perintah dilaksanakan dengan sangat teliti namun penyakit Wang malah menjadi-jadi. Keluarga Wang berupaya mencari orang-orang pandai di segala penjuru untuk menolong Wang, namun semua usaha tetap sia-sia. Tak ada hasil yang dapat diharapkan. Karena lelahnya Wang sendiri terpaksa berdusta, ia katakan penyakitnya telah berkurang agar orang-orang itu pulang dan tidak terus membuat upacara-upacara yang membisingkan. Sepulang orang-orang itu Wang merasakan sakitnya tak tertahan lagi, ia sungguh-sungguh putus asa.
Seorang murid Wang memberanikan diri menghadap gurunya “ Chy yang mulia”, dapatkah Chy memanggil orang Kristen, mereka mempunyai Allah yang dapat menyembuhkan berbagai penyakit, kalau orang Kristen dipanggil saya yakin Chy akan sembuh.Banyak orang sakit sembuh oleh doa-doa mereka” pemudi itu menatap gurunya dan menunggu dengan harap-harap cemas, maukah gurunya ini menerima usulnya ? Mata Chy yang sayu menatap muridnya, ia malah ingin mendengar lebih bayak cerita mengenai orang Kristen itu, “ Teruskan ceritamu “ katanya serak.
“ Chy kenal si tukang kayu itu bukan ? Ia telah dikabarkan mati oleh banyak orang, bahkan anaknya yang datang dari jauh pulang khusus untuk menghadiri upacara kematian ayahnya. Namun betapa terkejutnya ia ketika menemukan ayahnya justru segar bugar dan berjalan-jalan di kebunnya” Pemudi itu diam sebentar menantikan reaksi gurunya, gurunya mengangguk-angguk dan dengan isyarat menyuruh muridnya meneruskan ceritanya.
“ Bahkan peti mati pun telah diserahkan kepada keluarganya untuk jenasah Kao, namun yang mati telah bangkit kembali berkat doa-doa yang dinaikkan orang-orang Kristen tersebut. Sekarang Kao dan anak buahnya sibuk mendirikan gedung milik orang kaya di sebelah Utara Gunung itu.
Cerita ini agaknya menyentuh hati Wang, memang muridnya yang satu ini pandai bercerita. Ia kenal siapa yang diceritakan muridnya ini, ia tukang kayu yang dikenal di wilayahnya, dan ia juga sudah mendengar tentang kematian si tukang kayu itu. Dan memang sangat mengherankan kalau sekarang ia hidup kembali.
“ Banyak orang sakit yang disembuhkan oleh doa-doa orang Kristen” Chy kata muridnya Chy. Pasti Chy lebih banyak tahu dari pada saya ini “ katanya pula merendah. Chy tentunya juga kenal Wang si penderita kanker itu, juga Tai Shin yang lumpuh itu, lalu Ho yang buta itu. Oh, guru yang tercinta, sudilah guru mendengarkan tutur kata anakmu ini”. Wang Chy mengangguk tanda setuju, ia kan mencobanya. Maka ia menyampaikan keputusannya pada suaminya. Mendengar keputusan itu, suaminya segera menyampaikan keputusan ini pada cucunya menjemput ibu Chen agar orang Kristen segera mendoakannya. Sebelum bertobat ibu Chen seorang ahli nujum, nujum ibu Chen terkenal sampai ke wilayah. Undangan itu diterima dengan senang hati oleh ibu Chen, ia lalu pergi dan berlutut di tepi tempat tidur Chy yang tengah sakit. Allah benar-benar menjawab doa ibu Chen, secara ajaib Wang disembuhkan, rasa sakit pada pahanya hilang sama sekali.
Namun tidak semudah itu ia lalu beralih ke agama asing itu. Wang yang sudah puluhan tahun mengabdi pada sang Budha telah terlanjur lelap dalam kebudayaanya. Oleh karena itu tak heran kalau kini ia mulai merasakan kebimbangan yang sangat setelah ia disembuhkan. Apalagi orang mulai ramai membicarakan halnya karena ia mulai berpaling pada Allah asing itu. Mereka merasa malu kalau Wang bersikap semacam itu. Mengapa Wang tidak menghormati dirinya sendiri dan mau saja disembuhkan oleh Allah asing itu? Ini benar-benar merupakan penghinaan bagi dewa-dewa. Oleh karena itu Wang Chy harus meredakan kemarahan dewa-dewa dan mencucikan Pura dengan asap dupa.Oleh desakan anak buahnya Wang sendiri tidak keberatan melaksanakan, ia telah sembuh jadi tak ada lagi urusan dengan Allah asing itu.
Wang lalu menyediakan gulungan kertas sembahyang sebanyak yang diperlukan untuk pencucian Puranya. Semua gulungan kertas diletakkan dalam mangkuk di meja persembahan. Pencucian dilaksanakan untuk membendung kemarahan dewa-dewa. Setelah selesai upacara pengikutnya pulang ke rumah meereka masing-masing dengan perasaan lega. Kehormatan mereka dan kehormatan pada Budha telah dipulihkan dan disucikan. Namun Wang sendiri setelah ditinggalkan, tiba-tiba merasakan kecemasan luar biasa. Rasa sakit pada pahanya kambuh lagi. Ia menyesali perbuatannya, mengapa ia begitu bodoh, ia telah menipu Allah orang Kristen. Jelas Allah tidak menghendaki persembahan dan penyembuhan pada berhala, karena hal semacam ini justru melawan Allah.
Sekali lagi Wu Tsung Chen diberi kabar, agar ia sudi datang lagi untuk mendoakan dirinya. Chen tidak menolak, ia datang kembali untuk mendoakan Wang yang sakit. Kasih Allah sangat besar. Allah kembali menjamah Wang. Setelah ia didoakan rasa sakitnya hilang. Namun ketika Chen pulang, murid-muridnya sekali lagi mendesaknya agar ia melakukan penyembahan dewa-dewa. Wang tak bisa menolak permintaan murid-muridnya, ia melaksanakan saja permintaan murid-muridnya. Namun baru saja melaksanakan pemujaan terhadap dewa-dewa rasa sakitnya kembali kambuh, dan rasa sakit yang sekarang nampaknya lebih hebat dari yang sudah-sudah. Wang kini insaf kepada Allah orang Kristen, ini sungguh besar kuasanya dan tak dapat dipermainkan. Ia merasa sangat bodoh, dan dengan rendah hati sekali ia mengundang Chen untuk mendoakannya. Ibu Chen yang merasa dipermainkan tak mau lagi datang. Wang tidak saja mempermainkan dirinya namun ia telah mempermainkan Allahnya dengan nyata-nyata. Oleh karena itu ia menolak mendoakan Wang sekali lagi.
Suami Wang tidak berputusasa, ia segera pergi ke Yaosi mendatangi Penginjil yang bekerja di daerah itu. Penginjil itupun tidak segera melaksanakan permintaan suami Wang, terlebih dahulu ia berdoa minta petunjuk Tuhan, apakah Tuhan Allah yang setiawan itu memperkenankan ia pergi mendoakan Wang. Allah menyuruh si Penginjil menemui, dan menyertakan Chen dalam pelayanan ini. Allah juga menyuruh mereka memberitakan berita keselamatan terlebih dahulu sebelum mereka mendoakan si sakit. Dan undangan untuk mengambil keputusan harus disampaikan dengan jelas.
Penginjil mentaati suara Tuhan, ia datang ke rumah ibu Chen dan mengajak ibu Chen untuk mendoakan Wang, semua perintah Allah mereka laksanakan. Wang ditantang apakah ia mau sembuh dan membuang semua berhalanya ataukah ia akan meneruskan pemujaan yang sia-sia yang terus akan menyiksanya ? Inilah kesempatan terakhir baginya untuk mengambil keputusan. “Allah sangat memperdulikan anak-anak-Nya bahwa sampai hal yang sekecil-kecilnya Allah akan memperhatikan” Ia bersabda : “ Barangsiapa mengikut Yesus dan percaya kepada-Nya ia tak akan dikecewakan, Ia sendiri akan menjadi jaminan dalam segala hal. Dan kalau Wang mau berdoa kepada Tuhan Yesus saja, apa yang diminta Wang akan dijawab Tuhan sesuai dengan kehendak-Nya.
Wang mulai memikirkan untung ruginya kalau ia mengikut Yesus. Ia telah punya Pura sendiri , murid-murinya cukup banyak, puluhan tahun ia mengabdikan diri pada sang Budha. Ia tak boleh salah pilih, menghindarkan diri dari pilihan tak mungkin baginya. Allah orang Kristen ini selalu tahu apa isi hatinya, ia tak berani lagi menipu Dia. Kini ia mulai merenungkan berhalanya, bahkan ratusan kertas telah dibakarnya, namun tak sebuah doapun dikabulkan oleh dewa-dewa itu. Beda sekali dengan Allah asing ini, ia tahu apa artinya bila ia memilih Yesus. Juga semua murid-muridnya akan dikembalikan pada kebijaksanaan sang Pencipta. Setelah merenungkan semua itu, akhirnya Chy memilih Yesus.
Mendengar keputusan ini kedua hamba Tuhan ini segera berlutut, mereka memohon belas kasihan Allah untuk Wang dan menyembuhkan penyakit Wang. Allah yang telah mempersiapkan hati wanita Budha ini segera bertindak. Dengan nyata Allah memberikan anugerah-Nya pada Wang. Wang sembuh seketika. Wang terharu oleh jamahan kasih Allah yang tak memandang dosanya. Ia tak mau lagi mengingkari janjinya, ia benar-benar bertobat, ia tak mau lagi mengulangi perbuatannya yang tolol seperti waktu-waktu lalu.
Duapuluh tahun ia telah terikat oleh pemujaan yang sia-sia, tubuhnya disiksa sehingga dimasa tuanya kondisinya sangat lemah. Oleh karena itu tak mungkin lagi ia berjalan. Maka setiap hari Minggu kalau ia ke gereja ia ditandu oleh keluarganya. Dalam sisa tuanya ia mengabdikan diri pada Kristus. Pura yang dulunya berisi gong dan berhala kini berubah menjadi tempat memuji Allah oleh anak-anak Allah. Kuasa dewa-dewa telah dipatahkan, berhala yang jumlahnya 31 buah itu dihancurkan oleh kuasa Tuhan Yesus Juruselamat. Rumah Wang kini dipakai untuk tempat kebaktian, banyak mujizat terjadi justru di rumah itu. Puji-pujian terus berkumandang siang dan malam di rumah itu. Allah benar-benar dipermuliakan.

Sumber : Kesaksian dan pengalaman Pdt. I. M. Nordmo yang telah bertahun-tahun tinggal dan bekerja sebagai Pemberita Injil di Tiongkok Utara, Indonesia di Kalimantan Barat dan Pulau Bangka. Dalam rangka pelayanan Pendeta Nordmo ingin mengungkapkan melalui bukunya (“Roh-Roh Jahat Terusir”), apakah akibatnya bila orang dikuasai Iblis.Dari berbagai pengalamannya Pendeta Nordmo menjelaskan lebih dalam betapa sengsaranya seseorang yang diikat kuasa iblis itu. Namun anugerah Kristus yang penuh Kuasa dan Pengasih senantiasa mengejar orang berdosa, manusia yang mau percaya dan mau menyerahkan dirinya kepada Kasih Kristus secara mutlak mereka akan dibebaskan. ( Yayasan Persekutuan Pekabaran Injil Indonesia (YPPII) Departemen Literatur, Jl. Trunojoyo 2 Batu Malang-Jatim ).